Senin, 01 Januari 2018

Peningkatan Kreativitas Guru Melalui Pelatihan Model Pembelajaran Saintifik Berbasis Pantai dan Laut di Daerah Pesisir Pantai Sidoarjo

Abstrak. Tujuan kegiatan ini adalah meningkatan kreativitas guru kewirausahaan SMA dan SMK dalam membuat RPP berbasis pantai dan laut khususnya di daerah pesisir pantai dan laut Sidoarjo. Pelatihan model pembelajaran kontekstual dalam kerangka pendekatan saintifik berbasis pantai dan laut ini memiliki manfaat bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pedagogik guru-guru kewirausahaan SMA dan SMK seSidoarjo. Melalui kegiatan tersebut, guru kewirausahaan dapat mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Selanjutnya, siswa pun dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Peran guru kewirausahaan dituntut supaya mampu meningkatkan kreativitasnya dalam membuat RPP yang berbasis pantai dan laut supaya dapat mengembangkan potensi sumber daya alam pantai dan laut di daerahnya masing-masing, dan mampu menciptakan produk inovatif dari sumber daya hasil pantai dan laut tersebut. Kata Kunci: Kreativitas Guru, Pembelajaran Konstektual, Wilayah Pesisir Laut. PENDAHULUAN Salah satu program Nawa Cita yang terkait dengan pendidikan ada pada masalah kemerosotan mental. Upaya mengatasi kemerosotan mental dalam Nawa Cita ada pada poin ke-8. Program tersebut menjelaskan bahwa peran utama pendidikan pada saat ini harus berhulu pada revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan dan secara proporsional memberikan aspek pendidikan sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia. Pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, peranan guru dalam mengembangkan pembelajaran sangat berperan dalam pembentukan karakter sebagai upaya revolusi moral. Guru dituntut kreatif dalam pembelajaran sejalan dengan amanah kurikulum 2013. Hasil UKG guru yang merupakan nilai kemapuan pedagogik/pembelajaran guru belum optimal. Hal ini menjadi indikator bahwa kreativitas pembelajaran guru belum optimal. Data kementrian menunjukkan bahwa nilai UKG masih rendah rata-rata UKG nasional yaitu kemampuan pedagogik dan professional sebesar 53,02, sedangkan KKM yang ditargetkan pemerintah adalah 55.00. Jika dipilah, rerata nilai UKG untuk kompetensi profesional 54,77, sedangkan nilai rata-rata kompetensi pedagogik 48,94,. Kabupaten Sidoarjo dalam capaian pembelajaran tertinggi baru sampai pada penerapan pembelajaran berbasis adiwiyata dimana sekolah menata pembelajaran dan lingkungan belajarnya sedemikian rupa agar siswa dapat berperilaku tanggung jawab terhadap lingkungan (ekosistem). Lingkungan yang diminiaturkan dalam adiwiyata adalah lingkungan darat. Hal ini tentu belum mencakup lingkungan yang berbatasan dengan laut (pesisir/pantai) sebagaimana beberapa kecamatan di Sidoarjo yang langsung berbatasan dengan laut, yaitu Selat Madura. Hasil komoditas masyarakat Sidoarjo ini merupakan penghasil perikanan, diantaranya ikan, udang, dan kepiting. Bahkan perikanan menjadi salah satu sektor perekonomian Sidoarjo selain industri dan jasa. Perikanan menjadi mata pencaharian utama penduduk Sidoarjo yang tinggal dan hidup di wilayah pesisir. Berbagai kegiatan pemberdayaan yang dilakukan di wilayah pesisir terhadap subsektor perikanan laut yang merupakan sumber mata pencaharian dan kesejahteraan bagi 13,6 juta orang, dan secara tidak langsung mendukung kegiatan ekonomi bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang bermukim di wilayah pesisir (Dahuri dkk., 1996). Menurut Pulukadang dan Sya’roni dalam Yuliastutik (2003), sebagai “tapal batas terakhir”, laut menawarkan berbagai peluang usaha untuk dikembangkan, terutama untuk masa-masa mendatang. Untuk itu, masyarakat Sidoarjo harus kreatif dalam memenuhi kebutuhan dengan cara yang tepat dan benar agar kepentingan kepentingan peningkatan kesejahteraan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan pesisirnya. Tidak jarang aktivitas ekonomi masyarakat pesisir justru menimbulkan dampak negatif (Suryaonline.com, 22 September 2013; Bappeda Jatim, 8 Maret 2011). Untuk itu, potensi masyarakat di wilayah pesisir ini masih terus ditingkatkan. Pengembangan potensi laut dapat dilakukan melalui peningkatan kreativitas penduduk. Kreativitas penduduk sendiri dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan di jalur pendidikan. Hal ini karena pendidikan berperan sebagai wadah untuk proses belajar mengajar pada akhirnya akan menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Purwanto (2010:45) berpendapat bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Pendidikan diharapkan dapat mengedukasi masyarakat pesisir untuk lebih kreatif dalam mengolah dan memanfaatkan hasil laut sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk. Kabupaten Sidoarjo masih membutuhkan program yang dapat mengangkat potensi perekonomian keluarga melalui jalur pendidikan. Pengembangan potensi ekonomi laut yang sekaligus mempercepat revolusi mental masyarakat pesisir membutuhkan peran penting guru kewirausahaan. Penanaman sikap untuk menjaga eksistensi laut dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kreativitas guru kewirausahaan dalam pembelajaran agar menyampaikan pesan untuk pemanfaatan laut dengan cara yang baik agar eksistensi pantai dan lautnya tetap terjaga. Pengambilan manfaat ekonomi tanpa mengabaikan kelestarian pantai yang telah diambil hasilnya juga harus terjaga. Semua ini dapat dilakukan guru dengan menerapkan berbagai pendekatan pembelajaran dengan obyek pantai dan laut. Pendekatan pembelajaran ini dikenal dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran konteksual atau contextual learning merupakan pembelajaran dengan cara memanfaatkan pantai dan laut untuk obyek/tema pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Wina (2006:253) bahwa pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Pendekatan ini dapat membantu guru maupun siswa dalam mengaitkan materi dengan kenyataan. Guru dapat mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa. Selanjutnya, siswa pun dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Penerapan K-13 bukan kendala penerapan pembelajaran kontekstual dalam kerangka kurikulum K-13 yang berbasis pada pendekatan saintifik. Prinsip-prinsip kontekstual tetap dapat diimplementasikan dalam model-model pembelajaran berbasis saintifik seperti discovery learning, inquiry learning, Problem Based Learning (PBL) maupun Project Based Learning (PjBL). Bagaimana cara penerapan prinsip pembelajaran kontekstual dalam kerangka pendekatan saintifik ini perlu diberikan kepada guru SMA dan SMK, yaitu guru di jenjang pendidikan menengah yang menghadapi siswa usia kerja. Selama ini SMA dan SMK di Sidoarjo rata-rata masih menggunakan RPP yang berbasis adiwiyata dimana sekolah menata pembelajaran dan lingkungan belajarnya sedemikian rupa agar siswa dapat berperilaku tanggung jawab terhadap lingkungan (ekosistem). Lingkungan yang diminiaturkan dalam adiwiyata adalah lingkungan darat, padahal wilayah Sidoarjo tidak hanya terdiri dari daratan saja juga terdapat daerah pesisir pantai dan laut yang bisa dioptimalkan sebagai sarana dan media pembelajaran khususnya di wilayah Kec.Sedati, Candi dan Porong. Disinilah peran guru kewirausahaan dituntut supaya mampu meningkatkan kreativitasnya dalam membuat RPP yang berbasis pantai dan laut sehingga dapat mengembangkan potensi sumber daya alam pantai dan laut di daerahnya masing-masing, dan mampu menciptakan produk inovatif dari sumber daya hasil pantai dan laut tersebut. Pembelajaran yang berbasis pantai dan laut ini akan mempercepat revolusi mental di masyarakat pesisir dalam pengoptimalan potensi ekonominya. Akhirnya, guru kewirausahaan yang mempunyai peran penting dalam pembentukan sikap bertanggungjawab pada lingkungan pantai dan laut untuk meningkatkan potensi ekonomi Sidoarjo ke depan. Guru kewirausahaan diharapkan memiliki kreativitas untuk mengembangkan perangkat pembelajaran melalui model pembelajaran yang digunakan di kelas mereka. Pengetahuan guru dalam membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berbasis pantai/laut ini menjadi faktor kunci tumbuhnya kreativitas pembelajaran. Guru yang kreatif akan dapat menghubungkan materi dengan keadaan/kenyataan yang dihadapi siswa siswa, menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa, meningkatkan kualitas pencapaian tujuan pembelajaran, dll. Kreativitas guru dapat ditingkatkan melalui pemberian pelatihan model pembelajaran berbasis pantai dan laut. Untuk mendukung peningkatan kreativitas guru dalam pembelajaran di wilayah pesisir pantai Sidoarjo, maka Unesa memberikan pelatihan metode/model pembelajaran dengan objek/tema pantai dan laut agar dapat dimanfaatkan guru untuk peningkatan mutu pembelajaran di masa yang akan datang. Unesa sebagai Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) khususnya Fakultas Ekonomi mempunyai sumber daya manusia yang dibutuhkan oleh masyarakat pesisir Sidoarjo. Kegiatan pelatihan model pembelajaran yang diberikan oleh ahli pendidikan dalam bidang ekonomi diharapkan mitra, yaitu guru kewirausahaan SMA dan SMK di Kabupaten Sidoarjo diharapkan memberikan pengetahuan dan ketrampilan pedagogik. Peningkatan kreativitas guru dalam merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menjadi tujuan akhir kegiatan Iptek bagi Masyarakat (IbM) ini. METODE Metode pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari tiga hal utama, yaitu : a) permasalahan prioritas guru kewirausahaan yang menjadi mitra kegiatan belum pernah menerapkan K-13 model pembelajaran berbasis pantai dan laut untuk mengatasi dampak negative akibat aktivitas ekonomi serta mengoptimalkan potensi di kawasan pesisir Sidoarjo, b) prosedur kerja yang berupa pelatihan dan praktik model pembelajaran berbasis pantai dan laut. Adapun materi model pembelajaran yang dibuat dapat berupa project based learning, problem based learning, discovery learning, role playing, dan kooperatif learning. Kemudian guru kewirausahaan praktek membuat model RPP berbasis pantai dan laut dan yang terakhir simulasi model RPP berbasis pantai dan laut. c) jenis luaran yang dihasilkan yaitu sintak pembelajaran sebagai embrio RPP berbasis pantai dan laut. Sintak yang dihasilkan mengandung spesifikasi aktivitas berupa mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Adapun prosedur kerja kegiatan pelatihan ini dirinci dalam beberapa kegiatan yaitu: a) penyampaian materi teori belajar b) Materi dan contoh metode dan model pembelajaran (umum) dengan saintifik c) Simulasi model pembelajaran berbasis pantai dan laut d) Praktek analisis model berupa analisis kebutuhan peserta didik dan analisis KI dan KD e) Praktek mendesain model pembelajaran berbasis pantai dan laut serta membuat draft model dalam kertas buram. f) Praktek membuat model pembelajaran berbasis pantai dan laut dalam sebuah RPP g) Evaluasi model pembelajaran berbasis pantai dan laut berupa evaluasi identitas RPP, evaluasi pedagogic RPP, evaluasi prinsip pembelajaran kontektual dalam RPP dan evaluasi basis pantai dan laut dalam model pembelajaran di RPP .Dalam proses evaluasi peserta diminta mengirimkan hasil akhir pengembangan model dan angket melalui email panitia. h) pengiriman sertifikat peserta melalui pos. HASIL DAN PEMBAHASAN Pelaksanaan workshop untuk pelatihan guru kewirausahaan SMK dan SMA Se-Sidoarjo dilaksanakan pada hari Sabtu, 06 Agustus 2016, adapun hasil kegiatan workshop tersebut antara lain: 1. Workshop pembelajaran berbasis pantai dan laut dalam kelas. Kegiatan ini melibatkan nara sumber sebagai pakar pendidikan dalam memberikan informasi singkat, dan diskusi untuk memberikan wawasan seputar kurikulum dan nawacita ke peserta didik melalui pendekatan saintifik, berbasis pantai dan laut. Sedangkan anggota tim yang lainnya, mengamati proses diskusi yang terjadi, serta menuliskan dalam suatu jurnal. Berdasarkan pengamatan, para guru sangat antusias mengikuti workshop, berdiskusi, dan menyusun RPP berbasis pantai dan laut ini. Para guru merasa leluasa menyampaikan berbagai persoalan terkait dengan analisis KI dan KD Kewirausahaan pada Kurikulum Nasional, dan pengembangan RPP berbasis pantai dan laut. Dengan antusiame yang tinggi diharapkan kreativitas guru semakin meningkat dalam mengembangkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik dengan memanfaatkan sumber daya alam pesisir pantai dan laut yang ada di daerah Sidoarjo. Salah satu usaha yang dilakukan dengan mengembangkan tema yang dekat dengan kehidupan siswa. Panitia memberikan panduan penyusunan serta contoh silabus dan RPP yang disajikan dalam sebuah lampiran. Hasil kuisioner guru kewirausahaan dari workshop ini menyatakan selama ini telah menggunakan tema pantai dan Laut dalam pembelajaran sesuai tema pantai dan laut sebesar 50%. Pembelajaran yang dikembangkan telah mengkontekstualkan pantai dan laut dalam tujuan pembelajaran, kegiatan pembukaan, keiatan inti, kegiatan penutup, materi/sumber belajar, alat dan bahan belajar sebesar 65%, dan sebesar 40% menyatakan bahwa pembelajaran yang dikembangkan belum dikontekstualkan dalam pantai dan laut. 2. Praktik Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Pantai dan Laut Secara Out Class. Dalam kegiatan workshop out class para guru menganalisis kebutuhan peserta didik dan analisis KI dan KD, setelah itu guru meningkatkan kreatifitasnya dalam mendesign model pembelajaran berbasis pantai dan laut. Setelah itu guru mengembangkan model pembelajaan berbasis pantai dan laut dalam sebuah RPP. Kemudian RPP yang sudah selesai dibuat dikirim via email paling lambat tanggal 15 Agustus 2016 pukul 24.00WIB ke alamat email panitia. 3. Evaluasi Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Pantai dan Laut Dalam tahapan ini RPP guru berbasis pantai dan laut dievaluasi oleh panitia. Evaluasi Model Pembelajaran Berbasis Pantai dan Laut memiliki criteria penilaian sebagai berikut a.) Evaluasi identitas RPP, b) Evaluasi pedagogik RPP, c) Evaluasi Prinsip Pembelajaran Kontekstual dalam RPP, dan d) Evaluasi Basis Pantai & Laut dalam Model Pembelajaran di RPP. Setelah semua RPP dievaluasi dan diberi masukan panitia mengirim ke peserta workshop untuk diperbaiki kembali sesuai saran dan masukan panitia. Ketika guru telah selesai menyelesaikan revisi RPP maka mengirimkan RPP tersebut via email kepada panitia, dan panitia mengirimkan sertifikat workshop pembelajaran berbasis pantai dan laut kepada peserta. 4. Hasil Observasi Pengembangan RPP Observasi dilakukan dalam proses pengembangan RPP berbasis pantai dan laut oleh para guru kewirausahaan. Hasil Penilaian Pembuatan RPP guru berbasis pantai dan laut sebagai berikut nilai terendah 80 pada level Basis Pantai dan laut. Kemudian pada kemampuan pedagogic mendapat nilai 97, dan nilai tertinggi 100 pada identitas RPP dan prinsip konstektual para guru. Lebih jelasnya dilihat pada gambar grafik dibawah ini: PEMBAHASAN Respon guru terhadap kegiatan workshop pembelajaran berbasis pantai dan laut ini secara umum sangat positif. Antusiame peserta sangat tinggi. Para guru menilai bahwa kegiatan ini sangat relevan dan sesuai dengan kebutuhan, yaitu kebutuhan meningkatkan jiwa entreupenership atau kewirausahaan di kalangan guru kewirausahaan sekaligus menerapkannya di dalam kelas sehingga berkonstribusi menciptakan wirausahawan baru dari peserta didik setelah selesai menamatkan bangku sekolah. Siswa sudah dibekali guru bagaimana memanfaatkan dan mengolah sumber daya pantai dan laut di daerah masing-masing. Seperti yang disampaikan Purwanto (2010:45) bahwa hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Pendidikan diharapkan dapat mengedukasi masyarakat pesisir untuk lebih kreatif dalam mengolah dan memanfaatkan hasil laut sehingga dapat meningkatkan pendapatan penduduk. Pembelajaran konteksual atau contextual learning merupakan pembelajaran dengan cara memanfaatkan pantai dan laut untuk obyek/tema pembelajaran. Sesuai dengan pendapat Wina (2006:253) bahwa pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Pendekatan ini dapat membantu guru maupun siswa dalam mengaitkan materi dengan kenyataan. Disinilah peran kreativitas guru kewirausahaan khususnya di kabupaten Sidoarjo dalam merancang model RPP berbasis pantai dan laut sehingga potensi local pantai melalui pembelajaran saintifik. Hasil dari pembelajaran saintifik membuat siswa mendapatkan pengalaman yang bermakna setelah menamatkan jenjang sekolah menengah atas maupun sekolah menengah kejuruan dan mampu memperbaiki perekonomian keluarga melalui jalur pendidikan. Analisis materi KI dan KD Kewirausahaan sudah mengacu pada Permendikbud no.81A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum pada sekolah formal mulai dari SD sampai SMA/ SMK. Serta mengacu pada stándar proses, yaitu Permendikbud No. 65 Tahun 2014 dengan teknik penyajian yang luwes, humor, dan menarik. Dengan kegiatan ini para guru dapat meng-upgride diri meningkatkan pemahamannya berkaitan dengan model pembelajaran berbasis pantai dan laut melalui pendekatan scientifik. Beberapa di antara guru memang sudah pernah mengikuti pelatihan, akan tetapi guru merasa sangat binggung. Oleh karena itu para guru dituntut untuk sekreatif mungkin dalam mengembangkan model kewirausahaan berbasis pantai dan laut. Hal ini sejalan dengan pemikiran Pulukadang dan Sya’roni dalam Yuliastutik (2003), sebagai “tapal batas terakhir”, laut menawarkan berbagai peluang usaha untuk dikembangkan, terutama untuk masa-masa mendatang. Masyarakat Sidoarjo harus kreatif dalam memenuhi kebutuhan dengan cara yang tepat dan benar agar kepentingan kepentingan peningkatan kesejahteraan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan pesisirnya. Dengan pendidikan, dapat dilakukan penanaman sikap mental dan karakter positif untuk mengembangkan potensi ekonomi laut pesisir Sidoarjo. Jika hal ini tercapai maka secara langsung Sidoarjo pun telah mewujudkan percepatan pencapaian Nawa Cita yang dicanangkan pemerintah. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Workshop pembelajaran berbasis pantai dan laut mampu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan guru kewirausahaan dalam pembuatan model pembelajaran berbasis pantai dan laut dalam bentuk RPP yang baik. Rata-rata kualitas RPP yang dikembangkan guru kualitasnya baik. Saran Sebaiknya para guru kewirausahaan senantiasa meningkatkan kemampuan pedagogik, meningkatkan kreativitasnya dalam menggunakan model-model pembelajaran dan metode pembelajaran yang interaktif dengan pendekatan konstektual sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi siswa. DAFTAR PUSTAKA Abidin, Yunus. 2014. Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulusm 2013. Bandung: Refika Aditama. Bappeda Jatim. 8 Maret 2011. Pesisir Sidoarjo Marak Dikapling, Berita, (Online), dalam http://bappeda.jatimprov.go.id/2011/03/08/pesisir-sidoarjo-marak-dikapling/, diakses tanggal 14 Maret 2016. Dahuri, dkk. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradya Paramita. Direktorat Pembinaan Smp. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional .2006. Pengembangan Model Pembelajaran Yang Efektif. Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Republika.com. 31 Desember 2015. Guru Yogyakarta raih Nilai UKG Tertinggi, Berita, (Online), dalam http://www.republika.co.id/berita/koran/didaktika/ 15/12/31/o07q886-guru-yogyakarta-raih-nilai-ukg-tertinggi, diakses tanggal 20 Maret 2016. Simamora, Roymond H. (2009). BUKU AJAR PENDIDIKAN DALAM KEPERAWATAN. JakartaEGC SuryaOnline.com. 22 September 2013. Hutan Mangrove Di Pesisir Timur Sidoarjo Rusak, Berita, (Online), dalam http://surabaya.tribunnews.com/2013/09/22/ hutan-mangrove-di-pesisir-timur-sidoarjo-rusak, diakses tanggal 14 Maret 2016. Wina Sanjaya. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana. Yuliastutik, E. 2003. Pengaruh Status Sosial Terhadap Pola Konsumsi Pangan Keluarga Nelayan. Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Senin, 15 Agustus 2016

BUSINESS LETTER WRITING SKILLS IMPROVED LEARNING THROUGH THE INQUIRY METHOD IN THE ADMINISTRATION OFFICE OF EDUCATION STUDENTS FACULTY OF ECONOMIC UNESA 1Siti Sri Wulandari sitiwulandari@unesa.ac.id ABSTRACT This study aims to improve and implement business letter writing skills learning in the education of students of economic faculty administrative offices Unesa using inquiry methods. This research is a classroom action research. The subjects were students of educational administrative offices, 2014. generation research data collection methods used are observation, documentation, and test writing business letters. Data analysis technique used is descriptive qualitative analysis techniques to analyze the results of observations using inquiry methods in learning to write business letters and quantitative descriptive for analyzing test results to write a business letter. The results of the observation method of inquiry can improve the performance of teachers in the first cycle aspects 7 and 9 aspect on the second cycle. There was an increase in the activities of the average student in a business letter writing skills in the first cycle of 6.95 in the second cycle of 8:50 Students are more active in asking, willing to report and respond to the group's work on its own initiative, as well as more attention and concentration in learning. Improved student learning outcomes educational administrative offices Unesa economics faculty in business letter writing skills achieved through two cycles. In the first cycle of evaluation results achieve mastery 62.5%, while in the second cycle of evaluation results by 90% achieve mastery. So increased 27.5% from the previous cycle. Keywords: writing, business letters, method of inquiry I. INTRODUCTION Language has a central role in the development of intellectual, social and emotional development of learners and support the success in The work that all courses. Learning the language is expected to help students know themselves, their culture, and the culture of other people, ideas and feelings, participate in the community who use the language, and find and use analytical and imaginative upon ability that was in him. Writing is a skill that requires a good command of the language. Writing as speaking, a productive and expressive skills. The difference, wrote a not-to-face communication, while talking is a face to face communication. Writing skills are closely related to reading. The more students read, tend to become fluent writing. According to Tarin (2008: 21) also mentions, writing is lowered or symbols depicting a graph depicting a language which is understood a person, so that others can read and understand the symbol of the graph. Writing is a representation of a part of the units expression language. In the event the unit lecture on Indonesian correspondence courses the semester, mandates that students are able to review and provide an understanding of the role of Indonesian correspondence that adjust with the business development and applicable curriculum at school. Ethics corresponded in Indonesian as well as the understanding of the function of business documents in Indonesian. Writing skills is emphasized to the students to prepare students to become a powerful businessman who not only print product but also be able to market their products to the general public. Such capabilities must be supported by clear business letter writing skills. According to Heni Subagyo (2007: 1) letter is a communication tool that uses written language very closely with human life. Letter writing is a communication tool that is useful to convey information from one party to another. Such information may include notices, announcements, statements, requests, queries, reports and so on. Purwanto (2008: 2) mentions a business letter is a letter that is used by a person, institution organization, or institution to convey beam-business message in writing to the other party using a specific media. The medium may include delivery by mail, facsimile, mobile phone (cell phone) or via the virtual (internet). The basic purpose of a business letter is to motivate the reader to take a specific action. Based on the opinion of Asrori Muhammad (2007: 15) on the innovation aspect of learning, teachers need to have the desire to constantly change, develop, and improve their teaching style to be able to produce a model of learning in accordance with the demands of the class. This study departs from the reality of teachers' activities, the process is very open for teachers to formulate their own problems, examine itself applied in its class. Learning to write a business letter with an alternative method of inquiry in order to facilitate and support the students in improving the skills of writing a business letter. According to E. Mulyasa (2008: 235) method of inquiry is how to realize what had happened. This teaching and learning systems require learners to think. This method puts students in situations involving them in intellectual activity, and process learning experience into something meaningful. After understanding the true business writing activities with the inquiry method, students will be able to apply themselves according to their ability, students will feel happy and easy to convey information through a business letter. Based on the above researchers interested in conducting action research on improving business letter writing skills with a method of inquiry on student education office administration forces the second semester 2014 academic year 2015-2016, while the cause is a lack of student knows the steps to write a business letter. II. PROBLEM FORMULA AND RESEARCH OBJECTIVES a. Problem Formula Based on the above problems, the formulation of the problem as follows: 1) How does the application of learning to write a business letter to the method of inquiry on student education office administration? 2) How does learning to write a business letter to the method of inquiry on the results of student learning education office administration? b. Research Purposes The purpose of this study was largely as follows: 1) describes efforts to improve the ability to write a business letter using the inquiry method in force office administration education students in 2014 2) improve learning outcomes writing business letters using the inquiry method in force office administration education students in 2014 III. Research Methods 1) Types of Research and Research Approach. This study uses classroom action research. The goal is to correct deficiencies in the classroom, that is by performing certain actions in order to improve and enhance the quality of teaching, so that the learning objectives expected to be achieved. The approach used in this study are contextual approach is the method of inquiry. 2) The subject and object of study. The subjects in this study were students of educational administrative offices 40. Implementation Force in 2014 a number of studies in the second semester of the academic year 2015-2016. Observers research is lecturer of Indonesian correspondence courses. Objects in this study is the whole process and the learning outcomes Indonesian correspondence through the method of inquiry. 3) Data Collection Methods. a) Methods of Observation. Observation techniques used to obtain data about the performance of faculty and student activities during the teaching of writing a business letter. Used observation sheets faculty performance and student activities. According to Hamdani and Dodi (2008: 38) observation that an every effort to record all the events and activities that occurred during the corrective action takes place with or without tools. The most important thing is recorded on this occasion is the level of interpretation involved in the recording of observation results. b) Interview Interview techniques used to obtain data regarding the problems faced by lecturers as well as the cause factor in planning, implementation, and reflecting the results of learning, especially learning to write a business letter. c) Test Mechanical tests were used to obtain information about the increase in business letter writing skills with his method of inquiry and student results. 4) Data Analysis Techniques. According to Suwandi (2010: 61) data analysis techniques are used to analyze the data that has been collected among others by using a comparative descriptive and critical analysis techniques. Techniques used comparative descriptive qualitative data analysis, data obtained categorized and classified Based on the analysis of the logical connection then interpreted and presented in the overall actual and systematic problems and research activities, for quantitative data, bycomparing the results at the end of the cycle. 5) Research Procedures This study was designed to be implemented in two cycles of Cycle I and Cycle II. The stages of planning and implementation of both the cycle in principle is the same, as the opinion of Kemmis and Mc Taggart (1988) that the cycle consists of a) planning (Planning), b) action (Acting), c) observation (Observing), and d) reflection (reflecting). a. Planning (Planning) Researchers devise action based research purposes as described above. Some instruments were prepared namely Events Unit Class (SAP), textbooks, worksheets for students, observation sheets, teaching media in the form of an example of a business letter. b. Implementation Measures (Acting) The main activities in classroom action research on this first cycle stages can be described as follows: Introduction activity, Main Activity and Closing Activities. Preliminary activities include prayer, presence, providing motivation and apersepsi as well as an explanation of the learning objectives related business letter writing Basic Competencies to be achieved. c. Observations (Observing) During the implementation phase of the action, the researchers conducted observations of the activities of the students' activities during the move in groups and tasks in accordance with the drawings that have been received. Observations were made using instruments suchas observation sheet that has been prepared. d. Reflection (Reflecting) Field sheets observation instruments (observation sheet) learning activities carefully reviewed. Input and constructive criticism of lecturers observer followed up for improvement and enhancement of learning activities in the next cycle. Interview informally on several students during recess also be a significant input for further improvement of the learning activities. Student learning outcomes in the form of worksheets (foolscap stripes) studied more in depth in this stage. Learning outcomes presented in tabular form to be more communicative. In the Learning Achievement Indicators tables includes elements that will be assessed on the writings of each student that isis completeness, appropriateness of content, systematics, the use of spelling and punctuation. To analyze the results of the assessment given by the observer on the ability of faculty to manage learning by calculating the average score ratings by two observers using interval score of 1 and 0, with the provisions of the following criteria: Answer Yes = score 1 Answer No = score 0 Formula Value = Total score X 100 maximum score The criteria for judgment as follows; A = 86-100 (very good) B = 71-85 (good) C = 60-70 (enough) D = ≤ 60 (less) Studies were also conducted on aspects of the learning process that takes place that has been recorded in the results of observation of student activities. To analyze the results of the assessment given by the observer on the activities of students in managing learning by calculating the average score ratings by two observers using the interval score 1, score 2 and score 3, provided the following criteria: 1. Score one category less 2. Score 2 category enough 3. Score 3 categories either Formula Value = Total score X 100 maximum score The criteria for judgment as follows; A = 86-100 (very good) B = 71-85 (good) C = 60-70 (enough) D = less than 60 (less) From the reflection on student learning outcomes and the results of observations and interviews to students, we can determine the next step in the learning activities the next, so that more optimal teaching and learning activities and deliver students to the achievement of competence basically. Four steps above are not only performed at the first cycle, but also implemented in Cycle II. The result of the reflection of the first cycle is the basis for the implementation of the second cycle, especially the stages of planning and action. In the second cycle do better action, that deficiencies which occurred in the first cycle is not repeated in the second cycle. IV. RESULTS AND DISCUSSION 1) RESULTS a) The results of the application of learning to write a business letter to the method of inquiry on student education office administration cycle I and cycle II. Table 4.1 Performance Lecturer Number Aspects observed first cycle second cycle 1 Condition the student √ √ 2 Conducting apersepsi √ √ 3 Delivering the topics and learning objectives ─ √ 4 Requires a sample letter ─ √ 5 Motivating students to find ideas √ √ 6 Conduct learning according to the steps that have been prepared √ √ 7 Guiding student activities √ √ 8 Give awards to students who are enterprising ─ ─ 9 Good relations with students √ √ 10 Conduct a question and answer with students √ √ Total 7 9 Percentage (%) 70 90 Criteria Value enough good Based on Table 4.1 it can be concluded that the activity of faculty based on observations on the first cycle showed 70%. The amount is derived from an assessment of the implementation of the 10 component indicators of learning activities by using the method of inquiry. Based on the success criteria, then the value of 70% on the activity of the lecturers in the first cycle can be categorized enough. In the implementation of learning in the first cycle there are three indicators that should be corrected in the activity of lecturers who have not been implemented. That is the topic deliver activities and learning objectives, requires a sample letter and give awards to students who are enterprising. Deficiencies in the activity of a lecturer in cycle I is expected to be fixed in a cycle of activities to II. In the second cycle lecturer activity based on observations of two observers showed 90%. The amount is derived from an assessment of the 10 components of the implementation of learning activities by using the method of inquiry. In the second cycle of activity faculty had been repaired through the reflection of the second cycle that is on topic and conveyed activity learning objectives, require the sample letter. While the reward enterprising students who still have not been implemented. On the implementation of the second cycle of learning is increased compared to the first cycle of three component indicators that have yet to be done to increase to one component in the indicator is an indicator to reward enterprising students who have not been implemented. Thus the activity of the lecturers in the second cycle can be categorized as very good value at 10 components of the indicator with the success rate of 90% or learning very successfully. b) Average yield student activity cycle I and cycle II Table 4.2 Student Activities No Name Aspects assessed Cycle I Total skor value Aspects assessed Cycle 2 Total skor value activeness attention performance activeness attention performance 1 SRI ARDIANA 3 3 2 8 89 3 3 3 9 100 2 RETNO ENDAH 3 3 2 8 89 3 3 3 9 100 3 SHINTA DEWI 2 3 3 8 89 2 3 3 8 89 4 NIKEN DYAH 3 2 2 7 78 3 2 3 8 89 5 AYU PUJI 3 2 2 7 78 3 2 3 8 89 6 NOVAL 3 2 3 8 89 3 2 3 8 89 7 ANANG 3 2 2 7 78 3 2 3 8 89 8 DERIL ROSYID 3 2 2 7 78 3 2 3 8 89 9 RIKA SUSANTI 2 2 2 6 67 2 3 3 8 89 10 ELZA 2 3 3 8 89 2 3 3 8 89 11 EVA NURUS 2 3 2 7 78 2 3 3 8 89 12 NINDY SASKIA 2 3 2 7 78 2 3 3 8 89 13 ARDITA 3 3 3 9 100 3 3 3 9 100 14 DANA E. 3 3 2 8 89 3 3 3 9 100 15 AGUS K. 3 2 2 7 78 3 3 3 9 100 16 FARID S. 2 2 2 6 67 2 3 3 8 89 17 NUR IMANIA 2 2 2 6 67 2 3 3 8 89 18 ARIANA S. 2 2 2 6 67 2 3 3 8 89 19 LESTARI NUR 3 3 2 8 89 3 3 3 9 100 20 INGGIT F. 2 3 2 7 78 2 3 3 8 89 21 KARTIKA 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 22 RAHMA INDA 2 2 2 6 67 3 3 3 9 100 23 DEVI ROSANTI 2 2 2 6 67 3 3 3 9 100 24 ERICK W. 1 2 2 5 56 3 3 3 9 100 25 ULFIANA E. 3 3 2 8 89 3 3 2 8 89 26 MEIDA S. 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 27 NUR AFIYAH 2 2 2 6 67 3 2 3 8 89 28 WAHYUDI 2 2 2 6 67 3 3 3 9 100 29 DIAH BUNGA 2 2 2 6 67 3 3 3 9 100 30 YUANA SRI 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 31 NOVA ISNANI 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 32 SYEHIFAN 3 3 3 9 100 3 3 3 9 100 33 SOFIA IKA 3 3 2 8 89 3 2 3 8 89 34 UCI CHURRI 2 2 2 6 67 3 3 3 9 100 35 SITI NURUL 2 2 2 6 67 3 2 3 8 89 36 NURUL A. 2 2 2 6 67 2 2 3 7 78 37 SISKA Y. 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 38 ZAKKY SAIFUL 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 39 ULFA HARRY 2 3 2 7 78 3 3 3 9 100 40 ANYELIR 2 2 2 6 67 3 3 3 9 100 Total first cycle 278 3089 Total second cycle 340 3777.778 Average cycle I 6.95 77.2 Average cycle II 8.5 94.4444 Category value Good Kategori Nilai Very good Based on data from observation sheet in table 4.2 average engagement of students in the first cycle of 6.95 with the category of good value and the second cycle the average student activity increased by 8:50 with the category of very good value. c) Results of learning to write a business letter to the method of inquiry on student learning outcomes office administration education cycle I and cycle II. Table 4.3 Individual completeness and classical cycle Student The value of post test The average value Information Cycle 1 Cycle 2 1 75 100 87.5 Complete 2 70 90 80 Complete 3 50 85 67.5 complete 4 70 85 77.5 Complete 5 70 100 85 Complete 6 75 90 82.5 Complete 7 50 60 55 incomplete 8 75 90 82.5 Complete 9 60 85 72.5 Complete 10 60 90 75 Complete 11 70 100 85 Complete 12 60 100 80 Complete 13 60 80 70 Complete 14 55 85 70 Complete 15 55 60 57.5 incomplete 16 65 80 72.5 Complete 17 55 100 77.5 Complete 18 55 60 57.5 Incomplete 19 75 85 80 Complete 20 60 95 77.5 Complete 21 60 95 77.5 Complete 22 70 100 85 Complete 23 60 80 70 Complete 24 70 100 85 Complete 25 60 80 70 Complete 26 60 90 75 Complete 27 55 90 72.5 Complete 28 50 60 55 incomplete 29 55 95 75 Complete 30 60 90 75 Complete 31 60 100 80 Complete 32 55 85 70 Complete 33 60 95 77.5 Complete 34 70 85 77.5 Complete 35 55 90 72.5 Complete 36 60 90 75 Complete 37 60 90 75 Complete 38 50 100 75 Complete 39 65 95 80 Complete 40 65 95 80 Complete Classical Completeness Rata-rata 61.63 88.125 74.88 Complete Ketuntasan (%) 62.5 90 Results of the analysis of individual completeness and classical at posttest each cycle, ie cycle I and II. Based on Table 4.3 it can be seen the results of the analysis of individual completeness and classical at posttest each cycle I and II. With the provisions of the students said to be completed individually when reaching a minimum completeness criteria or above a minimum completeness criteria, namely 65.00. While classically, said lessons completed when ≥ 75% of students. Completeness of individuals with an average percentage reached 90%, which means that there are 4 students can be categorized incomplete after learning posttest, each, as many as 25 students in the first cycle and as many as 4 students in the second cycle. While the classical completeness per cycle is the first cycle of 62.5%, 90% second cycle. Of the learning process also found that application of learning models based issues have a significant impact on student learning outcome. 2) DISCUSSION a) The results of the application of learning to write a business letter to the method of inquiry on student education office administration cycle I and cycle II. In the first cycle management faculty in applying methods of inquiry quite enough. However, there are three indicators that should be corrected in the activity of the lecturers are delivering the topics and learning objectives, requires a sample letter, and guiding student activities Give awards to students who are enterprising. In the event the preliminary delivering the topics lecturers had yet to inform the students in activities introduction as well as requires a sample letter lecturers directly explain the material business letter no sample letter, and the next indicator is giving awards to students who are keen not done because the lecturers at the end of learning only reviewing the material that has been described. Students do not understand what has been described teachers about the learning objectives to solve problems that have been and develop as a lecturer less use of media learning materials associated with business letters only speak so students little gain knowledge about the problem of business letters, so that students are less interaction in learning. Of these three flaws, the faculty of reflection on the second cycle. On the other hand, the stage of the most dominant activity of faculty in this research is to guide student activities. So the students into orderly and do the problems themselves when undergoing post-test assessment. Personnel management in applying methods of inquiry in the second cycle can be considered good. Due to the preliminary stage has been handled well by the lecturer to explain beforehand pemeblajaran purpose and use learning media in the form of sample business letters within the company. The aim is to explore the horizons of students and their experiences in teaching and learning in the classroom. And proved students are motivated to learn and skilled in writing business letters, troubleshoot and evaluate the matter of the case given by the lecturer and if there is material that is poorly understood by the students, they dared to ask if there are things that are less understandable in the case of exercise questions. This is a sign that there was an increase from the first cycle to the second cycle. Reflections are made on the first cycle that faculty must submit the topics and learning objectives, using the medium of learning. Last drawback is granting awards to students who have not been implemented vigorously. This proves that the results of this study support the theory of Based on the opinion of Asrori Muhammad (2007: 15) on the innovation aspect of learning, teachers need to have the desire to constantly change, develop, and improve Reviews their teaching style to be Able to produce a models of learning in accordance with the demands of the class. This study departs from the reality of teachers' activities, the process is very open for teachers to formulate Reviews their own problems, examine itself applied in its class. Learning to write a business letter with an alternative method of inquiry in order to Facilitate and support the students in improving the skills of writing a business letter. b) Average yield student activity cycle I and cycle II The discussion in the classroom action research is based on observations of student activity capability, followed by reflection activity or activities to restate the learning activities that have been implemented. Based on the results of the study in the first cycle and the second cycle showed that learning Indonesian correspondence to the basic competence to write a business letter by applying the method of inquiry has increased in terms of student activity, namely the activity, attention and performance. The results of the research in applying methods of inquiry have a positive impact on student activities. It is evident that the average activity of students in the first cycle of 6.95 included in either category. In the second cycle the average student activity increased by 8:50 categorized as very good. c) Results of learning to write a business letter to the method of inquiry on student learning outcomes office administration education cycle I and cycle II. On learning of correspondence Indonesian the activities the first cycle, the second cycle increased learning outcomes. Results of the study gained an average of classical completeness student learning outcomes in the first cycle 62,5% included in the category enough and there are 25 students from 40 students. In the second cycle was also an increase in average yield of 90% classical completeness study was included in the very good and there are 4 students from 40 students. Based on action research that has been done can be seen that the use of inquiry learning methode is the right methode of learning in the implementation of correspondence Indonesia at the basic competence to write letter bussiness it can improve student learning outcomes, seen in the presentation of research results where there is a difference Among the results of the first cycle and the second cycle. Based on research conducted from the first cycle to the second cycle, the implementation of the study also experienced limitations or shortcomings, namely the lack of a conducive conditioning classes, this was due to the relatively large number of students, so that the classroom atmosphere can sometimes less well conditioned. In addition, the impact of time constraints caused not all representatives of the group can present the results of their discussion.Thus, this study supports the theory of Suryosubroto (1997: 77) mastery learning can be seen as a group or individually. as a group, learning completeness has reached at least 75% of the students in the group in question has met the completeness criteria studied individually. Individually, completeness otherwise have been met if someone (students) have achieved the minimum mastery level that has been set for each unit of the material being studied. V. CONCLUSION Based on the results of learning and discussion that has been presented in the previous chapter can be concluded as follows: 1. Application of inquiry learning methods in an effort to improve business letter writing skills in office administration student generation the 2014 academic year 2014-2015 performed two cycles, each cycle performed one meetings, each cycle consists of four phases: planning , execution, observation, and reflection. Learning the methods of inquiry done by assigning the task of writing a business letter in the first cycle and the second cycle. 2. Application of inquiry learning methods can enhance the skills of writing a business letter, the performance of faculty, student activities, and student success in business letter writing. An increase in average student activities office administration education in teaching writing business letters with the method of inquiry on each cycle. Such improvements can be seen from the observation of student activity from the first cycle to the second cycle, the value of the average student activity 6.95 in the first cycle, and 8.5 in the second cycle. Such improvements can be seen from the achievement of student learning outcomes. Results of study on the first cycle reached 62.5% and the second cycle increased by 90% from 27.5 the previous cycle. DAFTAR PUSTAKA Asra and Sumiati.2007. Learning methods. Bandung: PT discourse Prima Asrori Muhammad.2008. Action Research Kelas.Bandung: Discourse PT Prima Djoko Purwanto.2008. Business correspondence Modern.Surakarta. PT Gelora Literacy Primary E. Mulyasa.2008. Based Curriculum Kompetensi.Bandung: PT Youth Rhosdakarya Heny Subagyo.2007. Correspondence Lengkap.Surabaya: Amelia Henry Guntur Tarigan.2008. Writing as a skill berbahasa.Bandung: Space Muhammad Ali.2007Guru in the learning process mengajar.Bandung:Sinar Baru Algesindo Suryosubroto. B. (1997). Teaching and learning in schools. Jakarta: Rineka copyright Law of the Republic of Indonesia Number 20 Year 2003 on National Education System. Tarin, Djago.1999. Speak smart Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Sabtu, 12 Maret 2016

KEEFEKTIFAN KOLABORASI ANTARA MODEL CTL DENGAN METODE PROBLEM POSING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR KAJIAN KEBUTUHAN MANUSIA PADA SISWA SMK

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah agar mengetahui aktivitas guru, aktivitas siswa, hasil belajar siswa,
dan kendala selama diterapkannya model CTL dengan metode Problem Posing. Subyek penelitian
ini ialah peserta didik kelas X TKJ di SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu sejumlah 23 siswa. Dari
hasil Penelitian dapat diperoleh aktivitas guru pada siklus 1 sebesar 75%, siklus 2 84% dan siklus
3 92%. Sedangkan untuk aktivitas siswa pada siklus 1 sebesar 51%, siklus 2 sebesar 79% dan
siklus 3 sebesar 90%. Hasil belajar peserta didik pada siklus 1 menunjukkan sebesar 65%, pada
siklus 2 sebesar 82% dan pada siklus 3 sebesar 86%. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan
bahwa dengan diterapkannya model CTL dengan metode Problem Posing mampu meningkatkan
aktivitas guru, aktivitas siswa, serta hasil belajar siswa.
Kata Kunci: CTL, Problem Posing, Hasil Belajar
ABSTRACT
Target of this research is knowing teacher activity, student activity, learning outcomes student,
and constraint during applying of model of CTL with method of Problem Posing. Subyek Research
is educative by participant of class of X TKJ in SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu a number of 23
student. From result of Research can be obtained by activity learn at cycle 1 equal to 75%, cycle 2
84% and cycle 3 92%. While for the activity of student at cycle 1 equal to 51%, cycle 2 equal to
79% and cycle 3 equal to 90%. Learning outcomes educative by participant at cycle 1 showing
equal to 65%, at cycle 2 equal to 82% and at cycle 3 equal to 86%. Thereby can be pulled by
conclusion that applied of model of CTL with method of Problem Posing can improve teacher
activity, student activity, and also learning outcomes.
Keywords: CTL, Problem Posing, learning outcomes
I. PENDAHULUAN
Fenomena pendidikan yang hangat muncul pada saat ini yaitu kebanyakan guru sudah mengajar dengan baik, tetapi hasil belajar peserta didik yang diharapkan cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Kita ketahui bahwa jumlah mata pelajaran di SMK lebih banyak dibandingkan dengan jumlah mata pelajaran di SMA. Ditambah lagi bobot materi pelajaran di SMK juga lebih berat daripada SMA. Materi yang banyak pada setiap pelajaran juga menjadi salah satu faktor pemicu yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah.
Sebelum diterapkannya kurikulum 2013, materinya sangatlah banyak. Disamping itu jam pelajaran yang tersedia pada setiap kompetensi dasar juga sangat terbatas, sehingga tidak menutup kemungkinan jika peserta didik terpaksa menghafalkan materi karena jika kita ingin membuat peserta didik paham tentang materi yang mereka terima akan membutuhkan waktu yang sangat banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Johnson (2006) yang mengatakan bahwa waktu para siswa dan mahasiswa hanya dihabiskan untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pengajar, dan menyelesaikan latihan-latihan yang dirasa membosankan, alih-alih mengikuti ujian yang bisa mengungkapkan pemahaman siswa, mereka cuma mengikuti ujian-ujian yang mengukur kemampuan mahasiswa menghafalkan fakta. Apabila otak hanya belajar, mengutip, dan berlatih, ngebut semalam sebelum ujian, maka dalam waktu 14 sampai 18 jam, otak akan lupa sebagian besar informasi tersebut, kecuali apabila informasi itu memiliki makna.
Oleh sebab itu, peneliti menawarkan salah satu model pembelajaran dengan harapan untuk membuat peserta didik merasa lebih mudah dalam memahami materi. Salah satu model yang cocok disandingkan dengan kurikulum 2013 saat ini adalah model Contextual Teaching and Learning (CTL).
Blanchard, Berns dan Ericson (dalam Komalasari, 2011) mengemukakan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pembelajaran konstektual adalah konsep belajar dan mengajar yang menolong guru menghubungkan antara materi yang sedang dipelajari dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk mengaitkan antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka, diantaranya sebagai keluarga, warga negara, dan pekerja. Implementasi CTL diharapkan mampu membangun pemahaman peserta didik mengenai materi yang telah diberikan karena peserta didik mengalami materi itu dalam dunia nyata, sehingga peserta didik akan memiliki daya ingat yang tajam akan materi yang mereka dapatkan.
Selain mengimplementasikan model pembelajaran, hasil belajar siswa juga dapat ditingkatkan salah satunya yaitu metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang sering digunakan dalam pembelajaran maupun dalam penelitian adalah metode problem posing. Diciptakannya suatu permasalahan oleh peserta didik dalam suatu diskusi akan meningkatkan pemahaman peserta didik, dengan demikian peserta didik akan memiliki daya ingat yang lebih kuat mengenai masalah yang mereka pecahkan.
Materi tentang Kebutuhan Manusia yang begitu banyak memang bisa membuat peserta didik mengalami kesulitan dalam belajar, tetapi banyak penelitian yang mengatakan bahwa masalah ini dapat ditangani dengan model CTL dan metode problem posing. Model CTL diimplementasikan dalam pembelajaran IPS bertujuan agar dapat membantu siswa dalam memaknai dan mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata mereka. Dengan demikian, model CTL yang dikolaborasikan dengan metode problem posing berhasil atau tidak untuk mengatasi masalah ini akan diteliti dalam penelitian ini. SMK Muhammadiyah 5 kalitidu merupakan sekolah yang baru berdiri selama tiga tahun, dimana guru-gurunya sebagian besar belum pernah mengikuti PLPG, sehingga perlu dilakukan penelitian supaya dapat ditawarkannya model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013. Dengan dikenalkannya model dan metode ini, diharapkan kualitas sekolah dapat meningkat dan mampu bersaing dengan sekolah-sekolah yang lebih dahulu berdiri khususnya sekolah-sekolah Negeri.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan oleh peneliti, didapatkan informasi bahwa hasil belajat peserta didik kelas X TKJ (Teknik Komputer Jaringan) di SMK Muhammadiyah 5 kalitidu sebagian besar belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu sebesar 54 % dan selanjutnya menjadi diatas 54 %. Oleh sebab itu, implementasi model dan metode ini akan diterapkan pada Kompetensi Dasar 3.1 Mengidentifikasi kebutuhan manusia, karena pada Kompetensi Dasar ini terdapat materi yang banyak dan sebagian besar merupakan materi hafalan. Berdasarkan Fenomena yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti mengambil judul penelitian “Implementasi Model Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan metode Problem Posing dalam Meningkatkan Hasil belajar Materi Kebutuhan Manusia pada Siswa kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu Bojonegoro”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :
 (1) Bagaimanakah aktivitas guru dalam
pembelajaran materi kebutuhan manusia melalui kolaborasi model CTL dengan metode problem posing
pada siswa kelas X TKJ di SMK Muhammadiyah 5 kalitidu Bojonegoro?; 
(2) Bagaimanakah aktivitas siswa dalam pembelajaran materi kebutuhan manusia melalui kolaborasi model CTL dengan metode problem posing pada siswa kelas X TKJ di SMK Muhammadiyah 5 kalitidu Bojonegoro?; 
(3) Bagaimanakah peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran materi kebutuhan manusia melalui kolaborasi model CTL dengan metode problem posing pada siswa kelas X TKJ SMK di Muhammadiyah
5 kalitidu Bojonegoro ?
Pembelajaran konstektual pertama kali diusulkan oleh John Dewey, pada tahun 1916. Dewey mengajukan suatu kurikulum dan metodelogi cara mengajar yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman peserta didik (Trianto, 2009).
Blanchard, Berns dan Ericson (dalam Komalasari, 2011) juga mengatakan bahwa pembelajaran merupakan konsep belajar mengajar yang menolong guru agar dapat mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kondisi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik agar dapat menghubungkan antara pengetahuan yang mereka miliki dengan penerapannya dalam kehidupan peserta didik sebagai anggota keluarga, warga negara, serta pekerja. Trianto (2009) juga memaparkan langkah-langkah penerapan CTL yaitu (a) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan mengalamai pembelajaran yang bermakna dengan cara bekerja
sendiri, menemukan sendiri, dan mengontruks sendiri pengetahuan serta keterampilan barunya (Fase
Konstruktivisme); (b) Lakukan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua tema (Fase Inquiri); (c)
Kembangkan rasa ingin tahu peserta didik dengan bertanya (Fase bertanya jawab); (d) Ciptakan
Masyarakat belajar atau belajar kelompok (Fase Masyarakat Belajar); (e) Datangkanlah model sebagai
Contoh pembelajaran (Fase Pemodelan); (f) Lakukanlah refleksi disetiap akhir pembelajaran (Fase
Refleksi); (g) Laksanakan penilaian sebenarnya (Fase Penilaian Autentik).
Salah satu penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian Tasrif
(2007) yang berjudul ”Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Pelajaran Sejarah dengan Menggunakan
Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 5 Palu”. Hasil penelitiannya mengatakan bahwa dengan
diterapkannya model pembelajaran berbasis CTL dalam kurikulum berbasis kompetensi (KBK) maka
antusias belajar siswa dapat meningkat, selain itu ketrampilan guru dalam pengembangan model
pembelajaran berbasis CTL juga menglami peningkatan.
Selain CTL, penelitian ini juga menawarkan metode Problem Posing. Menurut Thobroni (2011)
pada prinsipnya model pembelajaran problem posing merupakan suatu model pembelajaran yang
mewajibkan peserta didik untuk membuat atau mengajukan soal sendiri melalui latihan soal secara
mandiri. Dengan demikian, tahapan model pembelajaran problem posing adalah sebagai berikut: (a) Guru
menerangkan materi pembelajaran kepada peserta didik. Disarankan juga agar guru menggunaknan alat
peraga agar bisa memperjelas konsep; (b) Guru memberikan perlatihan soal secukupnya; (c) Peserta didik
diminta membuat atau mengajukan 1 atau 2 butir soal yang menantang, dan peserta didik lainnya harus
bisa menyelesaikannya. Tugas ini bisa juga dilakukan secara berkelompok; (d) Pada pertemuan
selanjutnya secara acak, guru meminta peserta didik untuk menyampaikan soal temuan mereka di depan
kelas. Dalam hal ini, guru bisa menetapkan peserta didik secara terpilih berdasarkan bobot soal yang
dibuat oleh peserta didik; (e) Guru memberikan pekerjaan rumah secara individu.
II. METODELOGI
Jenis Penelitian
Penelitian ini tergolong dalam jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK). PTK adalah suatu bentuk
penelitian dengan melakukan tindakan-tindakan untuk melakukan pembelajaran di kelas.
Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini berada pada SMK Muhammadiyah 5 yang beralamatkan di desa Dangkep,
Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro. Yang menjadi Subjek dalam penelitian ini yaitu siswa kelas
X TKJ tahun ajaran 2014-2015. Jumlah siswa yang menjadi subjek penelitian yaitu 23 siswa, yang terdiri
dari 5 siswa laki-laki serta 18 siswa perempuan.
Rancangan Penelitian
Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan PTK dengan bagan yang berbeda. Secara garis
besar model PTK yaitu Rencana Tindakan, Tindakan penelitian, Observasi, dan Refleksi. Prosedur PTK
dapat dilakukan pada tindakan-tindakan yang biasa disebut dengan siklus.
Data dan Instrumen Penelitian
Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu siswa dan guru. Sumber data yang diperoleh dari guru
dapat berupa kemampuan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang diperoleh pada saat
pembelajaran berlangsung. Sedangkan untuk siswa yaitu berupa aktivitas siswa pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut : (1) Lembar
observasi aktivitas guru pada saat proses pembelajaran berlangsung; (2) Lembar observasi aktivitas siswa
pada saat proses pembelajaran berlangsung; (3) Lembar tes pada setiap siklusnya (tes hasil belajar dan
evaluasi afektif).
Teknik Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dijelaskan secara singkat yaitu : (1) Data yang
diambil melalui tes hasil belajar siswa yaitu menghendaki jawaban atas hasil belajar siswa yang meliputi
penilaian produk serta afektif selama diterapkannya model CTL dengan metode Problem Posing. Dalam
melakukan penilaian produk atau model tes, peneliti memakai instrumen yang berupa paket soal-soal tes
yang disebut dengan Post test. Post test adalah tes yang diberikan setelah siswa melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model CTL dan metode problem posing yang bertujuan untuk
mengetahui seberapa jauh pemahaman dan pengetahuan peserta didik tentang materi yang telah mereka
dapatkan. (2) Observasi, digunakan untuk mengumpulkan data tentang aktivitas guru dan siswa pada saat
kegiatan pembelajaran berlangsung yang akan diamati oleh guru kelas dan observer.
Teknik Analisis Data
Data-data yang didapat dalam penelitian ini akan dianalisis dengan metode analisis deskriptif
kuantitatif.
Analisis pengelolaan pembelajaran
Data yang didapat dari lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran di kelas yang sudah diisi
oleh observer, digunakan untuk menganalisis keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
CTL dan metode Problem Posing. Analisis tersebut dilakukan dengan cara menafsirkan nilai angka
tersebut ke dalam kalimat yang bersifat kualitatif yaitu skala untuk menentukan keterlaksanaannya.
Hasil Belajar Kognitif
Data hasil belajar kognitif yaitu nilai tes hasil belajar. Sebelum dipakai sebagai instrumen
penelitian, terlebih dahulu butir-butir soal harus diujicobakan kepada kelas lain selain kelas yang akan
dipakai dalam penelitian. Kelas yang dipakai sebagai uji coba instrumen yaitu kelas XI TKJ karena pada
kelas tersebut terdapat siswa yang heterogen dan hampir sama dengan kelas yang dipakai dalam
penelitian, serta kelas XI TKJ juga sudah pernah mendapat materi tentang kebutuhan manusia saat
mereka masih kelas X. Langkah ini dilakukan untuk menguji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, serta
daya beda dari soal yang akan digunakan dalam penelitian.
Analisis Aktivitas Siswa
Data pengamatan aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung akan dianalisis
dengan persentase (%) pada setiap aktivitas yang dilakukan.
Indikator Keefektifan
Pada konteks penelitian ini, tingkat keefektifan penelitian dapat dilihat melalui beberapa
indikator diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Hasil belajar merupakan penalaran dan komunikasi
dengan pembelajaran CTL dengan metode Problem Posing mencapai ketuntasan belajar klasikal yaitu
sebesar 85% dari banyaknya siswa yang mendapat nilai atau hasil belajar ≥70. (2) Keaktifan siswa selama
diterapkannya CTL dengan metode Problem Posing berlangsung yaitu ≥85% dari jumlah siswa yang
hadir. (3) Kemampuan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru selama diterapkannya CTL dengan
metode Problem Posing yaitu ≥85%.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan Instrumen
Validitas
Dari hasil uij validitas 60 soal dengan menggunakan SPSS didapatkan soal yang valid berjumlah
49 soal dan soal yang tidak valid berjumlah 11 soal.
Reliabilitas
Dari hasil pengujian dengan menggunakan alat analisis SPSS diperoleh nilai Cronbach alpha
sebesar 0,86 yang menandakan nilai tersebut lebih besar dari 0,60. Jadi, instrumen yang dipakai dalam
penelitian ini adalah reliabel.
Taraf Kesukaran
Dari hasil uji yang dilakukan dengan menggunakan software microsoft office excel 2010
diperoleh hasil yaitu ada 7 soal yang memiliki taraf kesukaran mudah, lalu ada 52 soal yang memiliki
taraf kesukaran sedang, dan hanya ada 1 soal dengan taraf kesukaran sulit. Jadi soal yang mempunyai
taraf kesukaran sulit dan mudah tidak dipakai dalam penelitian ini, sedangkan yang mempunyai taraf
kesukaran sedanglah yang dipakai dalam penelitian ini.
Daya beda
Pengujian instrumen yang paling akhir yaitu daya beda soal yang bertujuan untuk mengetahui
apakah soal bisa membedakan peserta didik yang mempunyai kemampuan tinggi dengan siswa yang
mempunyai kemampuan rendah.
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan software microsoft office excel 2010
diperoleh hasil yaitu ada 3 soal yang tidak bisa membedakan kemampuan siswa serta 57 soal yang bisa
membedakan kemampuan siswa. Jadi soal yang tidak dapat membedakan kemampuan siswa tidak dipakai
dalam penelitian, sedangkan soal dapat membedakan kemampuan siswalah yang akan dipakai dalam
penelitian ini.
Jadi soal yang dipakai dalam penelitian ini yaitu berjumlah 45. Dari ke 45 soal tersebut dibagi
dalam 3 siklus, yang mana pada setiap siklus terdapat 15 soal.
Aktivitas Guru
Aktivitas Guru pada Siklus 1 didapatkan kriteria keberhasilan sebesar 75 % dan tergolong dalam
kategori cukup baik. Pada pelaksanaan pembelajaran di siklus 1 ini nilai yang paling rendah diberikan
oleh kolabolator pada kemampuan guru ketika melakukan tanya jawab kepada peserta didik. Sedangkan
nilai yang paling rendah urutan kedua yaitu ketika guru melakukan inquiri serta Pengembangan
Konstruktivisme. Kekurangan-kekurangan kegiatan guru yang ada pada siklus ke 1 akan diperbaiki pada
siklus ke 2.
Aktivitas Guru pada Siklus 2 diperoleh kriteria keberhasilan sebesar 84% yang dapat
digolongkan pada kategori Baik. Tetapi, pelaksanaan pembelajaran pada siklus 2 ini nilai yang paling
rendah diberikan oleh kolabolator masih tetap berada pada saat guru melakukan tanya jawab kepada
peserta didik. Kekurangan-kekurangan kegiatan guru pada tahap Tanya jawab pada siklus ke 2
diharapkan bisa diperbaiki pada siklus ke 3.
Aktivitas Guru pada Siklus 3, guru telah memperbaiki kekurangan yang ada pada siklus 2
melalui refleksi, yaitu ketika guru melakukan tanya jawab, guru memberikan hadiah maupun nilai kepada
peserta didik yang berpartisipasi pada tahap ini. Jadi, aktivitas guru pada siklus 3 meningkat menjadi 92%
dan termasuk dalam katergori baik sekali pada ketujuh komponen. Karena data aktivitas guru sudah
mencapai 92% maka nilai ini telah memenuhi indikator keefektifan penelitian yaitu sebesar 85% sehingga
siklus dapat dihentikan pada siklus 3.
Berdasarkan penjelasan diatas maka data perkembangan aktivitas guru pada kegiatan belajar
mengajar disetiap siklusnya mengalami peningkatan yaitu pada siklus 1 sebesar 75%, siklus 2 84% dan
siklus 3 92%.
Aktivitas Siswa
Pada saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung, aktivitas siswa juga dinilai oleh tiga
orang Pengamat agar hasil yang didapatkan lebih obyektif dan akurat. Aktivitas siswa pada siklus 1
diperoleh nilai sebesar 51%. Nilai ini masih tergolong cukup dan masih sangat jauh dari kriteria
keberhasilan penelitian yaitu sebesar 85% dari jumlah siswa yang hadir. Aspek yang mempunyai nilai
terendah adalah aspek konstruktivis, inkuiri, serta bertanya jawab, jadi harus ditingkatkan lagi pada siklus
berikutnya.
Aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar mengajar pada siklus 2 diperoleh rata-rata nilai akhir
sebesar 79%. Sebenarnya nilai ini sudah tergolong baik tetapi masih belum mencapai kriteria
keberhasilan penelitian yaitu sebesar 85% dari total peserta didik yang hadir. Aspek yang memiliki nilai
terendah masih terletak pada aspek ke 3 yaitu pada tahap tanya jawab, sehingga harus ditingkatkan lagi
pada siklus berikutnya.
Aktivitas siswa pada saat kegiatan belajar mengajar pada siklus 3 mendapatkan rata-rata nilai
akhir sebesar 90%, nilai ini tergolong sangat baik dan telah memenuhi indikator keefektifan yang telah
ditetapkan dalam penelitian ini penelitian yaitu sebesar 85% dari jumlah siswa yang hadir. Sehingga
siklus dapat dihentikan pada Siklus 3.
Berdasarkan penjelasan diatas maka nilai aktivitas siswa pada setiap siklusnya mengalami
kenaikan yaitu pada siklus 1 sebesar 51%, siklus 2 79% dan siklus 3 90%.
Hasil Belajar Siswa
Setelah peneliti melaksanakan analisis butir soal, lalu peneliti menggunakan instrumen tersebut
untuk mengetahui hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar siswa dalam penerapan Model CTL
dengan metode Problem Posing dapat diketahui dari penilaian autentik yang dilaksanakan pada setiap
akhir siklus dengan KKM sebesar 70. Pada saat pelaksanaan penialaian autentik, jumlah soalnya adalah
15 soal pilihan ganda pada setiap siklusnya.
Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, didapatkan hasil belajar siwa mengalami peningkatan,
hal ini dibuktikan dengan analisis perhitungan ketuntasan klasikal. Ketuntasan klasikal pada siklus 1
sebesar 65%, siklus 2 sebesar 82% dan pada siklus 3 sebesar 86%. Karena pada saat siklus 3 ketuntasan
klasikal siswa telah mencapai 86%, maka nilai tersebut telah memenuhi indikator keefektifan yang telah
ditentukan dalam penelitian ini yaitu sebesar 85% dari banyaknya siswa yang memperoleh nilai atau hasil
belajar ≥ 70 jadi, siklus dapat dihentikan pada siklus 3.
PEMBAHASAN
Aktivitas Guru melalui Penerapan Model CTL dengan Metode Problem Posing
Pengelolaan pembelajaran oleh guru dalam menerapkan model CTL dengan metode Problem
Posing pada Siklus I masih tergolong cukup baik. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa tahapan
yang mendapat nilai lebih rendah daripada tahapan lainnya yaitu ketika guru melaksanakan tahap
pengembangan konstruktivisme, inkuiri, serta melakukan tanya jawab.
Nilai pada tahap pengembangan konstruktivisme tergolong rendah dikarenakan ketika guru
mengkonstruk peserta didik dengan menggunakan media gambar, tidak semua siswa dapat melihat
gambar tersebut dengan jelas. Hal ini disebabkan kerena adanya dua hal, pertama karena terbatasnya
fasilitias sekolah yaitu belum memiliki LCD. Kedua, dalam menunjukkan gambar, guru kurang merata
menunjukkannya kepada setiap peserta didik. Seharusnya guru berkeliling sehingga semua peserta didik
benar-benar telah melihat gambar dengan jelas.
Tahap yang mendapat nilai rendah berikutnya adalah pada saat guru melakukan kegiatan inkuiri.
Pada tahap ini, guru kurang mengatur blocking atau membelakangi peserta didik lainnya dan hanya
berfokus pada peserta didik yang telah ditunjuk untuk melaksanakan inkuiri di depan kelas.
Tahap yang terakhir yang mendapat nilai rendah pada siklus I yaitu ketika guru melakukan tanya
jawab dengan peserta didik. Keadaan di dalam kelas menjadi sepi ketika guru meminta siswa untuk
bertanya tentang kejelasan materi yang telah ia sampaikan. Begitu juga ketika guru memberikan
pertanyaan kepada siswa. Siswa terlihat tiidak antusias untuk menjawab pertanyaan dari guru. Dari ketiga
kekurangan tersebut maka guru harus refleksi pada siklus berikutnya.
Disamping itu, tahap aktivitas guru yang paling dominan dalam penelitian ini terletak pada tahap
penilaian autentik. Pada tahap ini, observer memberikan nilai yang tinggi karena pengawasan yang
dilakukan ketika penilaian autentik sangatlah disiplin. Selain itu dalam mengawasi peserta didik, peneliti
juga dibantu oleh observer yang juga berada di dalam kelas. Sehingga, peserta didik mengerjakan soal
sendiri dan menjadi tertib pada saat melakukan penilaian autentik.
Pengelolaan guru dalam menerapkan model CTL dengan metode Problem Posing pada siklus
yang kedua sudah tergolong baik. Ini adalah pertanda bahwa ada peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2.
Refleksi yang dilaksanakan pada siklus 1 yaitu guru harus memperbaiki tahap pengembangan
konstruktivisme, inquiri, serta bertanya jawab di siklus 2. Guru berhasil memperbaiki tahap
pengembangan konstruktivisme di siklus 2. Jika pada siklus 1 tahap konstruktivisme guru kurang merata
dalam menunjukkan gambar, maka pada siklus 2 guru menjadi berkeliling kesemua peserta didik,
sehingga mereka benar-benar telah memperhatikan gambar dengan sangat detail.
Nilai aktivitas guru yang paling dominan pada siklus 2 ini tetap berada pada tahap penilaian
autentik. Pada siklus 2, guru memberikan motivasi yang lebih kepada peserta didik agar mereka
mengerjakan soal sendiri dan tidak saling mencontek, serta memotivasi peserta didik agar dapat
meningkatkan hasil belajarnya yang harus lebih baik dari siklus sebelumnya.
Tahap lainnya yang diperbaiki dalam siklus 2 yaitu saat pelaksanaan inkuiri. Jika pada siklus 1
guru kurang perhatian terhadap blocking atau membelakangi peserta didik lainnya dan hanya fokus pada
peserta didik yang telah ditunjuk untuk melaksanakan inkuiri di depan kelas maka pada siklus 2 guru
telah memperbaikinya dengan tidak membelakangi peserta didiik lainnya serta fokus terhadap seluruh
peserta didik ketika melakukan inkuiri. Tetapi pada tahap bertanya jawab guru masih belum bisa
memotivasi siswa untuk lebih aktif. Oleh karena itu refleksi perlu dilakukan lagi untuk meningkatkan
penilaian aktivitas guru pada berikutnya.
Setelah dilakukan refleksi yaitu pada tahap bertanya jawab, maka pada siklus 3 guru menjadi
bisa memberikan motivasi kepada siswa supaya aktif. Caranya yaitu memberikan poin hadiah kepada
peserta didik yang bertanya maupun menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Pengelolaan guru
pada saat menerapkan model CTL dengan metode Problem Posing di siklus yang ke-3 menjadi
meningkat dan termasuk dalam kategori baik sekali serta telah memenuhi indikator keberhasilan yang
telah ditentukan dalam penelitian ini. Jadi, siklus dapat dihentikan pada siklus 3.
Dari paparan diatas terbukti bahwa hasil penelitian ini mendukung teori dari Johnson (2006)
yang mengatakan bahwa “Guru CTL yang bermutu memungkinkan peserta didik untuk tidak hanya dapat
mencapai standar nilai akademik pada lingkup nasional, tetapi juga mendapatkan keahlian dan
pengetahuan yang penting untuk belajar selama hidup mereka”. Berdasarkan kalimat “Guru CTL yang
bermutu”, memiliki arti bahwa dalam menerapkan model CTL guru harus menguasai seluruh komponen
yang ada pada model CTL, karena aktivitas guru dalam menerapkan model CTL sudah tergolong kategori
baik sekali, maka guru dapat dikatakan sebagai guru CTL yang bermutu seperti yang dikakatan oleh
Johnson.
Selanjutnya Johnson (2006) juga mempertegas bahwa “Guru CTL yang baik memiliki dua cirri
yaitu: Pertama, mereka menghargai dan mengetahui setiap materi yang mereka sampaikan. Pada tiap
tujuan akademik yang mereka harapkan bisa dikuasai oleh peserta didik, telah mereka kuasai terlebih
dahulu. Yang kedua, mereka memerhatikan peserta didik dengan kebaikan hati dan kasih sayang yang
tulus. Kedua kualitas ini, yaitu sebagai tutor dan seorang yang ahli, akan memungkinkan guru CTL untuk
bisa mengubah kehidupan peserta didik mereka”. Karena aktivitas guru dalam penelitian ini sudah
tergolong dalam kategori baik sekali, hal ini berarti bahwa dalam menerapkan CTL guru telah menguasai
tujuan akademik yaitu untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Selain mendukung teori-teori, hasil penelitian ini juga mendukung beberapa hasil penelitian
yaitu penelitian milik Tasrif (2007), Wilujeng (2008), Hady, dkk (2013), dan Sriati (2012) yang
mengatakan bahwa dengan diterapkannya model CTL maka akan dapat meningkatkan aktivitas guru.
Aktivitas Siswa melalui Penerapan Model CTL dengan Metode Problem Posing
Penilaian aktivitas siswa diadobsi dari 7 komponen yang ada dalam model CTL. Karena Model
CTL dalam penelitian ini dikolaborasikan dengan metode Problem Posing maka aspek yang dinilai pada
aktivitas siswa berkembang menjadi menjadi 9 aspek. Hasil aktivitas siswa pada siklus 1 masih tergolong
cukup. Hal ini dikarenakan sebagian besar peeserta didik belum mengerti tentang model CTL dengan
Problem Posing, sehingga peserta didik terlihat kebingungan dan canggung karena mereka terbiasa diajar
dengan model pembelajaran langsung.
Nilai aktivitas siswa yang paling rendah pada siklus 1 terletak pada tahap Pengembangan
konstruktivisme, Inkuiri, dan bertanya jawab. Sebagian besar peserta didik masih malu-malu atau bahkan
takut untuk menyampaikan pendapatnya, jadi keadaan di dalam kelas terasa hening. Hal ini dikarenakan
peserta didik masih menyesuaikan diri dengan model CTL dan Problem Posing yang belum pernah
mereka alami sebelumnya.
Disisi lain, nilai aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus 1 terdapat pada tahap
menjawab tes yang telah diberikan oleh guru. Walaupun jawaban peserta didik sebagian besar belum
tepat tetapi mereka sangat antusias.
Pada siklus 2, peserta didik sudah mulai bisa menyesuaikan diri dengan model CTL dan metode
Problem Posing meskipun belum sepenuhnya. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan nilai aktivitas
siswa pada siklus 2 yang semula berada pada kriteria cukup menjadi meningkat pada kriteria baik. Tetapi,
disisi lain peserta didik belum berpartisipasi secara maksimal pada tahap bertanya jawab dan observer
juga memberikan nilai yang paling rendah pada tahap ini.
Sedangkan nilai aktivitas siswa yang paling dominan pada siklus 2 terletak pada saat mereka
melakukan pembagian kelompok. Pada tahap ini peserta didik begitu antusias untuk berpindah tempat
menuju kelompoknya dan kelompoknya pun menjadi heterogen.
Setelah guru melakukan refleksi dan memberi motivasi berupa tambahan nilai atau poin dan
hadiah bagi setiap peserta didik yang bertanya maupun menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru
maka pada siklus 3 nilai aktivitas siswa menjadi meningkat dan tergolong pada kriteria sangat baik.
sehingga, siklus dapat dihentikan pada siklus 3 karena nilainya telah memenuhi kriteria keberhasilan yang
telah ditentukan dalam penelitian ini.
Dengan demikian, penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh John Dewey (dalam
Tasrif, 2007) yang mengatakan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang mereka
pelajari terkait dengan apa yang telah mereka ketahui dan dengan peristiwa atau kegiatan yang akan
terjadi di sekelilingnya. Pada kalimat “peristiwa atau kegiatan yang akan terjadi di sekelilingnya”
merupakan penerapan dari model CTL dan metode Problem Posing. Kegiatan yang dimaksud oleh John
Dewey adalah penerapan model CTL karena dengan diterapkannya model CTL maka peserta didik
merasa melakukan kegiatan yang nyata dan benar-benar terjadi di sekitarnya. Sedangkan peristiwa yang
terjadi yang dimaksud oleh John Dewey adalah dengan diterapkannya metode Problem Posing, maka
peserta didik merasa merasakan dan mengalami permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Sehingga,
peserta didik akan belajar dengan baik dani aktivitas siswa yang meningkat, dikarenakan yang mereka
pelajari terhubung dengan kegiatan atau peristiwa di ada disekitarnya karena mereka mendapatkan
penerapan model CTL dan metode Problem Posing.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh Johnson (2006) ia mengatakan bahwa “tak sedikit guru
yang berkata ketika mereka mengaitkan pelajaran dengan kehidupan peserta didik, semua peserta
didiknya maju dengan pesat. Peserta didik yang bandel dan acuh tak acuh menjadi lebih fokus dalam
belajar, serta prestasi peserta didik yang sudah baik menjadi meningkat lagi. Guru yang mengaitkan
pelajaran dengan kehidupan nyata peserta didik merupakan pencerminan penerapan model CTL,
sedangkan “peserta didiknya maju dengan pesat, peserta didik yang bandel dan acuh tak acuh menjadi
lebih fokus dalam belajar” berarti aktivitas siswa yang menjadi meningkat pada saat pembelajaran
berlangsung.
Pendapat ini juga dipertegas oleh Salemi (2005) dalam penelitiannya, ia mengatakan bahwa
“Kuliah dengan menggunakan ide-ide dalam bidang ekonomi agar mendapatkan wawasan penting dalam
isu-isu dan permasalahan yang menarik serta yang sesuai adalah motivator yang kuat. Kuliah ini bisa
menarik mahasiswa untuk menjadikan mereka lebih semangat dalam pembelajaran ekonomi”. Kata “lebih
semangat” merupakan perwujudan dari meningkatnya aktivitas siswa dalam penelitian ini.
Selain mendukung teori, hasil penelitian ini juga mendukung beberapa hasil penelitian seperti
pada hasil penelitian Sriati (2012), Tasrif (2007), serta Wilujeng (2008), yang mengatakan bahwa
penerapan model CTL maka aktivitas siswa dapat meningkat.
Hasil Belajar Siswa melalui Penerapan Model CTL dengan Metode Problem Posing
Ketuntasan hasil belajar yang ditinjau pada setiap individu merupakan ketuntasan individu
sedangkan ketuntasan secara keseluruhan peserta didik merupakan ketuntasan klasikal. Instrumen yang
dipakai untuk mengetahui hasil belajar kognitif peserta didik dengan menggunakan butir 45 soal
subyektif, dimana pada setiap siklusnya terdiri dari 15 butir soal.
Berdasarkan analisis data hasil belajar siswa memperlihatkan adanya peningkatan ketuntasan klasikal
siswa disetiap siklusnya yaitu sebesar 65% pada siklus 1, siklus 2 sebesar 82% dan pada siklus 3 sebesar
86%. Pada siklus 1 memperlihatkan bahwa ketuntasan belajar klasikal siswa sebesar 65%. Namun nilai ini
belum mampu memenuhi indikator target keberhasilan peneliti yaitu sebesar 82% oleh sebab itu guru dan
pengamat perlu melakukan refleksi dari kekurangan yang terdapat pada siklus 1. Kekurangan tersebut
dapat dilihat berdasarkan data analisis aktivitas dari guru dan siswa pada siklus 1 yang memiliki nilai
terendah pada tahap konstruktivime, inquiri, dan tanya jawab.
Pada tahap konstruktivisme dan inquiri, peserta didik kurang mampu merespon guru karena
mereka beranggapan bahwa setelah itu guru akan menjelaskan materi satu per satu secara detail seperti
saat model pembelajaran berlangsung. Begitu juga saat berlangsungnya proses tanya jawab yang sebagian
besar peserta didik tidak begitu antusias dan belum berani bertanya jika terdapat materi yang belum
mereka rasa paham karena mereka telah terbiasa dengan mendengarkan penjelasan dari guru seperti pada
model pembelajaran sedang langsung.
Setelah dilaksanakan postes, kebanyakan kesalahan jawaban peserta didik terdapat pada
indikator “mendefinisikan pengertian akan kebutuhan dan keinginan”. Perhatian mereka mengenai
indikator ini kurang maksimal dikarenakan pada saat itu guru tidak memperhatikan apakah peserta didik
yang berada di belakang mampu melihat media gambar yang diterangkan dengan detail apa belum. Tidak
meratanya guru dalam menunjukkan media gambar berdampak kurangnya pemahaman peserta didik akan
indikator “mendefinisikan pengertian akan kebutuhan dan keinginan”, sehingga dapat terlihat dari
indikator ini memiliki nilai terendah dibanding dengan indikator yang lainnya.
Pada siklus 2 memperlihatkan kemajuan ketuntasan belajar klasikal peserta didik. Pada post-test
siklus 2 ketuntasan hasil belajar klasikal peseta didik sebesar 82%. Meskipun belum mampu memenuhi
target dari indikator keberhasilan penelitian yaitu sebesar 86%, akantetapi penguasaan materi pada peserta
didik tentang model CTL dan Problem Posing menunjukkan peningkatan. Pada siklus ini pula guru sudah
seharusnya melaksanakan pencerahan mengenai sifat kebutuhan akan manusia yang sebenarnya adalah
terbatas. Antusias dari peserta didik pada siklus ini juga mengalami peningkatan, terlebih pada saat
peralihan dari tahap pertama ke tahap yang lainnya mereka nampak begitu semangat dan sangat antusias
terlebih pada saat tahap konstruktivisme dan tahap inquiri, akantetapi disisi lain peserta didik belum
sepenuhnya berani melaksanakan tanya jawab dengan guru.
Hal ini dapat dijadikan bahan refleksi untuk guru dan juga pengamat untuk siklus berikutnya. Agar siswa memiliki motivasi yang tinggi pada saat tahap tanya jawab, oleh sebab itu guru memberikan motivasi mengenai poin bagi setiap peserta didik yang berani bertanya maupun menjawab pertanyaan dari guru pada saat sesi tanya jawab.
Akhirnya pada siklus 3 kriteria ketuntasan belajar klasikal peserta didik mencapai 86%, berarti nilai ini telah mencapai indikator tingkat keberhasilan penelitian yaitu sebesar 86%. Sebagian besar peserta didik juga antusias dalam mengikuti proses pembelajaran di setiap aspeknya meskipun tetap ada beberapa peserta didik tidak tuntas yang dikarenakan memang peserta didik tersebut tidak memiliki kemampuan seperti peserta lainnya. Meningkatnya ketuntasan klasikal siswa mulai dari siklus 2 ke siklus 3 memang tidak sebesar peningkatan dari siklus ke 1 ke siklus ke 2. Hal ini dikarenakan peserta didik mengalami kejenuhan. Ditabah lagi materi yang ada pada siklus ke 3 tergolong agak berat bagi peserta didik dan soal post test juga sebagian besar ada yang berbahasa inggris.
Dari paparan diatas dapat diketahui bahwa penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Johnson (2006) ia mengatakan bahwa “tak sedikit guru yang berkata, ketika mereka mengaitkan pelajaran dengan kehidupan peserta didik, semua peserta didiknya maju dengan pesat. Peserta didik yang bandel dan acuh tak acuh berubah menjadi lebih fokus dalam belajar, dan prestasi peserta didik yang sudah baik akan lebih meningkat lagi”. Mengaitkan pelajaran dengan kehidupan peserta didik berarti menerapkan model CTL. Dengan menerapkan CTL, maka prestasi belajar peserta didik menjadi meningkat. Pendapat ini dipertegas oleh Salemi (2005) dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa “kami merubah instruktur dosen dan mahasiswa yang semula menghafal menjadi mengaplikasikan ekonomi untuk memecahkan masalah yang berarti dan dilakukan secara berulang-ulang. Dengan menghafal maka mahasiswa akan cepat lupa, sedangkan dengan mengaplikasikan ekonomi untuk memecahkan masalah akan membuat mahasiswa menjadi “melek ekonomi”. Dengan menjadi “melek ekonomi, maka mahasiswa akan mencapai pemahaman yang abadi dan kemudian membuat hasil belajar siswa menjadi meningkat.
Selain Johnson, penelitian ini juga mendukung teori yang dikemukakan oleh John Dewey (dalam Tasrif, 2007) ia mengatakan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang mereka pelajari terkait dengan apa yang telah mereka ketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di
sekitarnya. Yang dimaksud dengan apa yang mereka pelajari terkait dengan apa yang mereka ketahui dan
dengan kegiatan atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya adalah dengan diterapkannya model
CTL. Sedangkan “siswa akan belajar dengan baik” dalam penelitian ini merupakan hasil belajar siswa
yang telah mencapai indikator keberhasilan penelitian. Disisi lain, penelitian ini juga mendukung
pendapat Gonzales (dalam Priyatno, 2003) yang mengatakan bahwa dengan diterapkannya Problem
posing pada mata pelajaran Matematika, maka keterlibatan peserta didik secara aktif dapat meningkat.
Selain mendukung teori, penelitian ini juga mendukung beberapa hasil penelitian antara lain
yaitu penelitian Uzwardani (2011), Hady, dkk (2013), Kusmaryono (2011), Sriati (2012), Wilujeng
(2008), Nugraha, dkk (2011), dan Anwar (2009) yang mengatakan bahwa dengan diterapkannya model
CTL maupun Problem Posing dapat meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
Berdasarkan data yang ada di lapangan, maka dalam penelitian ini terdapat temuan yang berhubungan
dengan hasil belajar kognitif siswa yaitu pada model CTL fase Masyarakat belajar yang pada saat
bersamaan fase ini dikolaborasikan dengan metode Problem Posing serta ketika fase pemodelan. Dengan
adanya metode Problem Posing dan fase pemodelan, peserta didik akan mengalami pembelajaran yang
bermakna yang berarti peserta didik seolah-olah mengalami kejadian sama seperti yang ada pada materi
kebutuhan manusia di kehidupan nyata. Pembelajaran yang mengandung makna bagi peserta didik ini
akan membawa dampak positif terhadap daya ingat peserta didik. Dampak positif tersebut adalah peserta
didik mempunyai daya ingat kuat akan materi yang telah mereka dapatkan. Dengan adanya ingatan yang
kuat tentang materi, maka peserta didik dapat memiliki hasil belajar kognitif yang tinggi pula.
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini yaitu Hasil observasi tentang aktivitas guru
melalui kolaborasi model CTL dengan metode Problem Posing pada materi kebutuhan manusia pada
kelas X TKJ SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada
setiap siklusnya. Peningkatan ini terlihat dari data aktivitas guru untuk setiap siklusnya. Hasil observasi
aktivitas siswa melalui kolaborasi model CTL dengan metode Problem Posing pada materi kebutuhan
manusia pada kelas X TKJ di SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu terdapat peningkatan yang signifikan. Hal
ini dibuktikan dengan data aktivitas siswa pada setiap siklusnya yang meningkat. Hasil belajar siswa kelas
X TKJ pada SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu materi kebutuhan manusia juga mengalami peningkatan.
Peningkatan ini terlihat dari data hasil evaluasi peserta didik di setiap akhir siklusnya.
Sedangkan saran yang diberikan peneliti antara lain Guru disarankan ketika mengkolaborasikan
model CTL dengan metode Problem Posing sebaiknya menerapkan fase konstruktivisme menggunakan
media gambar atau video yang besar dan ditampilkan dengan menggunakan LCD supaya semua peserta
didik bisa melihat gambar atau video lebih jelas. Selanjutnya ketika Guru mengkolaborasikan model CTL
dengan metode Problem Posing sebaiknya memotivasi peserta didik terlebih dahulu dan memberikan
hadiah atau poin bagi peserta didik pada fase bertanya jawab supaya peserta didik menjadi termotivasi
untuk berpartisipasi dalam mengikuti pembelajaran. Untuk peneliti selanjutnya, sebaiknya dalam
mengkolaborasikan Model CTL dengan metode Problem Posing hanya pada materi yang hanya
mengandung hafalan atau konsep dan kurang cocok jika diterapkan pada materi yang mengandung
perhitungan. Kemudian juga disarankan supaya guru mengalokasikan jam pelajaran secara cermat pada
saat kegiatan pembelajaran Model CTL dengan metode Problem Posing pada materi kebutuhan manusia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah. Ucapan terima kasih kepada stake holder SMK Muhammadiyah 5 Kalitidu, Dr.
Wasposo yang telah memberikan pencerahan, serta teman-teman yang turut membantu dalam proses
editing.
REFERENSI
Anwar, Khoirul (2009). Peningkatan Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika Melalui
Pembelajaran Problem Posing – STAD pada Siswa Kelas XII IPA-1 SMANegeri Dempet Tahun
Pelajaran 2008/2009. Widya tama vol. 6. No.1 Maret 2009.
Hady, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual pada Praktikum Sistem Kelistrikan Body
Otomotif untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mahasiswa D3 Teknik Mesin Unesa. JPTM (Online),
Vol 1, No. 2. (http://ejournal.unesa.ac.id/article/1753/45/article.pdf) diakses 1 februari 2013
Johnson, Elaine B. (2006). Contextual Teaching Learning. Bandung : MLC
Komalasari, Kokom. 2011. Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT. Refika Aditama
Kusmaryono, Imam. 2011. Keefektifan Pembelajaran Kontekstual Berorientasi Penemuan Berbantuan Cd
Pembelajaran Dan Lks Pada Materi Bilangan Bulat Di Sekolah Dasar.
(Online)(http://unissula.ac.id/newver/images/jurnal/februari2012/imam%20kusmaryono-web.pdf),
diakses 21 Juni 2012.
Nugraha, Oktavianus Adi, dkk. (2011). Effort To Improve Student Achievement In Learning Through
The Development Of Function Composition Method Of Discussion On The Approach To
Contextual Teaching And Learning (CTL) In Class XI IPA 1 Salatiga Christian Senior High
School 1. (Online) ( http://eprints.uny.ac.id/960/1/P%20-%2017.pdf), diakses 9 Juli 2012
Priyatno, Nanang & Darhim. 2003. Problem Posing dan Problem Solving dalam Pembelajaran
Matematika. Bandung: Pustaka Ramadan.
Salemi, Michael K. 2005. Teaching Economic Literacy : Why, What and How. International Review of
Economics Education, Vol 4, Issue. 2
Sriati. 2012. Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Mata Pelajaran IPS untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas Vi C SDN Beringin 477 Surabaya. (Online)
(http://ejournal.unesa.ac.id/article/3801/18/article.pdf) diakses 1 februari 2013
Tasrif .(2007).Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Sejarah Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran CTL (Contextual Teaching And Learning) Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pada Siswa Kelas Xi Ips Sma Negeri 5 Palu Jurnal Sokoguru. ,(Online),Vol.1, No.2-3
(http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12&3076874.pdf) diakses 7 Juli 2012
Thobroni, Muhammad dan Arif Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: AR-Ruzz Media.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group
Uzwardani. 2011. Penerapan CTL (Contextual Teaching and Learning) untuk Meningkatkan Aktivitas
dan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Pembelajaran Sains ‘Sifat-Sifat Cahaya’ Di SDN
Pohsangit Ngisor Kabupaten Probolinggo ,(Online),
(http://ipoenk23.blogspot.com/2011_07_01_archive.html) diakses 1 februari 2013
Wilujeng. 2008. Penerapan Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam Pembelajaran
Tematik Tema Lingkungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas II SDN Klampis
Ngasem IV No. 560 Surabaya, ,(Online), (http://ejournal.unesa.ac.id/article/1306/18/article.pdf)
diakses 1 februari 2013.


 

The Impact of Job Stress Factors on Teachers Performance



Abstract
This study aims to investigate the influence of job stress factors to the performance of teachers. Variable of  job stress factors that investigated in this research are: intrinsic to the job, role in organization, and relationship at work. Intrinsic to the job is a job stress factors related to everything contained in a work profession. Role in the organization is a job stress factors relating to the role held by a person in performing their duties  and relationship at work is a job stress factor related to a person's social relationships in the workplace. The study design is done with quantitative approach with the aim to determine the significance of the influence of variables. The study was carried on teacher working in international senior high schools in the region of Sidoarjo. A questionnaire was used as the instrument to determine the job stress factors and performance experienced by these teachers. The methods of data analysis used in this study is regression  and SPSS was used analyze the data. Findings showed that the job stressor factors consisting intrinsic to the job, role in organization and relationships at work does not significantly influence the performance of teachers. For future research are expected to seek other sources of stress that can affect the performance of teachers.

Keyword(s): Job stress factors, teachers performance.



Introduction
Teacher is the most decisive component in the education system as a whole, which must be a central concern, first and foremost, figure this one will always be a strategic spotlight when it comes to issues of education, because teachers are always associated with any component in the system of education, teachers play a major role the development of education, particularly organized formally in school, teachers also determine the success of learners, especially in relation to teaching and learning. Teacher is the most influential component of the creation of process and outcome quality education. Therefore, any improvement efforts are being made to improve the quality of education will not contribute significantly without supported by professional and qualified teachers. However, today's demands in an increasingly high work pressure raises the amount that must be faced by teachers. Constant pressure can trigger so-called stress disorder.

Stress can lead to various changes for the individuals concerned. Robbins and Judge (2008) classifies as a result of stress in general categories, namely, "the symptoms of physiological, psychological symptoms, and behavioral symptoms". At physiological symptoms, stress can cause dizziness, high blood pressure, indigestion, and other health problems. Then on psychological symptoms, stress can make a person anxious, easily discouraged, and irritability. While on behavioral symptoms, individuals would be difficult to take decisions, behavior uncooperative, refusing to work, it is even possible to out of his job in order to avoid the stress that makes life uncomfortable.

Causes of stress are called stressors. Akhlaqq et al. (2010) divides the two sources of job stress sources that organizational and extra-organizational sources. According to Cooper and Marshall in Akhlaq et al. (2010), the main sources of stress in the workplace include (1) factors intrinsic to the job include excessive workload and time pressure. The workload is not comparable with the physical ability and the expertise of employees and the limited time available to complete it, can make a person feel more depressed. (2) Factor role in organization, which includes the role ambiguity, role conflict, role and responsibilities. Lack of information to be able to carry out a role can cause a person to experience role ambiguity or lack of clarity of roles, so that the workers do not understand what to do. While the role conflict can be caused by the roles that are not expected or contrary to the values ​​and personal beliefs workers. Conflicts also the role of bias arising from the duty that is incompatible with the role of a person in the organization. In addition, in carrying out a role, a person must not be separated from responsibility. Demands to fulfill responsibilities in accordance with the role of the run, the pressure of its own for a worker. (3) Relationship factors at work include the inability to establish relationships with superiors, subordinates, or co-workers and the difficulty in establishing the delegation. If a person is not able to establish a harmonious relationship, both with superiors, subordinates or peers, of course it can cause distress to these workers, because after all, humans are social beings who in life requires interaction with others, not least in the workplace , On the issue of difficulties in the delegation are usually due to a lack of confidence towards others or are not willing to accept additional responsibilities. While Luthans in Akhlaq et al. (2010) states that "job stress originating from outside the organization include social and technological change, economic and financial conditions, race, and the condition of the people.

Research conducted by Sheena Johnson et al. (2005)  examined 26 kinds of professional jobs in the UK and one of them is the teaching profession. In the study mentioned that the workload and time pressure, in other words a factor intrinsic to the job is a stress factor the dominant influence on the performance of teachers. Based on research conducted by Akhlaq et.al (2010) identified stress factors and their effects on the performance of teachers. From these studies it was found that teachers suffered too much work in one day so did not have time to do other things, lack of time to relax, and feel uncomfortable wasting time. Furthermore, it was found that the things experienced by the teachers directly affects the performance shown in the form of lack of knowledge of the subject matter, the inability to introduce variations in teaching methods, exclusion from school in addition to academic problems, absenteeism, inability to maintain relationships well with co-workers, and others.

Healthy competition between schools that want to make their school a predicate has excellent schools, making every school strives to increase the value and image of the school. Therefore, natural that the concerned teachers are expected to contribute as much as possible, where the contribution is reflected in the extent to which the performance achieved by the teachers. According Handoko (2010) "stress can help or functional, but also can play a role one (disfunctional) or impair performance". If there is no work stress, there is no work challenge, this can result in less than optimal performance. Conversely, if there is excessive work stress, in other words the teacher is not able to handle it, then the job stress can impair performance, and of course, the conditions will be very detrimental to the school where the teacher works. Therefore, the stress of work as one of the variables that affect performance, need to be studied.

This research was conducted at International senior high schools in Sidoarjo. In Sidoarjo there are three high schools get international status. International high schools is superior schools which have academic and non-academic achievement is very good. The students of the high school graduates in addition to having a good performance was also widely accepted in many the best universities, secondary data, ie data obtained from studies of literature or other sources, here using the data and information of the National Examination of each school in Indonesia. This is in addition to a source of pride, of course, is also a challenge. If you are not able to maintain the trust, quality, and performance has been achieved, it is possible this school can be defeated by its competitors. Thus, the burden of responsibility of teachers greater possible. In addition to developing the excellence that exists, of course, the teachers are required to remain a teacher who works in a professional and qualified. Therefore, this study aimed to analyze how the influence of stress factors on the performance in international high school teachers in the district of Sidoarjo.

Methods
The study design is done with quantitative approach in order to test hypotheses and determine the significance of the influence of variables: job stress factors on teachers performance. Techniques used in sampling in this research is the method of purposive sample. In this study the respondents criteria
restricted to the teachers who teach  in class 12th in international high school in Sidoarjo  there are : SMAN 1 Sidoarjo, SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo, and SMAN 1 Krian. The data used in this study is divided into two primary data and secondary data. As for the primary data, ie data obtained directly from the respondents that the teacher through a questionnaire / job stress questionnaires and teacher performance are filled by teachers. While secondary data, ie data obtained from studies of literature or other sources and information from each school. Data analysis techniques used in this research using descriptive statistical analysis using SPSS.

Based on the problem in this study, the proposed hypothesis :
  1. The job stressor factors consisting intrinsic to the job, role in organization and relationships at work together significant effect on the performance of teachers
  2. The job stressor factors consisting intrinsic to the job, role in organization and relationships at work partially significant effect on the performance of teachers



 











Figure 1. Analysis Design

Variables used in this study:

1. The independent variable (X) :

1)      intrinsic to the job (X1)
                   indicators used are as follows:
a. Excessive workload
b. time pressure
2)      role in organization
indicators used are as follows:
a. role ambiguity
b. role conflict
c. responsibilities of the role
3)      relationship at work
indicators used are as follows:
a. relationship with superiors, subordinates or colleagues
b. difficulty delegation

2. The depending variable (Y) :
1)      the performance of teachers
indicators used are as follows:
a. learning plan
b. implementation of learning
c. evaluation of learning

Result and Discussion
Multiple linear regression analyzes were conducted to prove empirically whether the factors intrinsic to the job (X1), factors role in organization (X2) and relationship factors at work (X3) have an influence on teacher performance (Y). Data processing was performed using SPSS. The data processing will be described below :

Table 1. Result Multiple Linear Regression



                             Source : SPSS
                                   

Based on the multiple linear regression analysis, the regression equation can be generated as follows:
Y = 3.511 + 0,113X1 + 0,22X2 - 0,160X3


From the multiple linear regression equation :

1.      The constants of 3.511 indicates if there is no independent variables (factors intrinsic to the job (X1), factors role in organization (X2) and relationship factors at work (X3) = 0) then the performance of the international school teacher in Sidoarjo is worth 3.511.
2.      If the variable factors intrinsic to the job (X1) changed one unit, it will lead to changes in the performance of teachers at 0,113 units, assuming other variable constant. A positive sign indicates that the direction of change, ie if the variable factors intrinsic to the job increases by one unit, then the performance of teachers will be increased by 0,113 units. And conversely, if the variable factors intrinsic to the job decreased one unit, then the teacher's performance will decline by 0,113 units.
3.      If the variable factors role in organization (X2) turns the unit, it will lead to changes in the performance of teachers at 0.223 units, assuming other variable constant. A positive sign indicates that the direction of change, ie if the variable factor increased role in organization of the unit, then the performance of teachers will increase by 0.223 units. And conversely, if the variable factor decreased role in organization of the unit, then the teacher's performance will decrease by 0.223 units.
4.      If the variable relationship factors at work (X3) turns the unit, it will lead to changes in the performance of teachers at -0.160 units, assuming other variable constant. Negative sign indicates a change in the opposite direction, that is, if the variable relationship factor at work increased by one unit, then the teacher's performance will decrease by 0.160 units. And conversely, if the variable relationship factors at work decreased one unit, then the performance of teachers will increase by 0.2160 units.
5.      The amount of the contribution of all independent variables on the dependent variable indicated in the R Square value in the above table amounted to 0.083 means independent variables studied contribution to the performance of the international school teachers in Sidoarjo by 8.3% and the remaining 91.7% is another factor that did not make in this research model. To determine the relationship between the independent variable on the dependent varaibel can be shown with coefficient (R) of 0.288. This means that the overall relationship between the independent variable on the dependent variable is weak.

Having in mind the results of the regression equation it can be done hypothesis testing. F test using SPSS was used to test the hypothesis simultaneously between the independent variables on the dependent variable obtained value of F arithmetic < F table = 1.208 < 2.839 so could said that factors intrinsic to the job (X1), factors role in organization (X2) and relationship factors at work (X3) simultaneously does not affect significantly the performance of the International senior high school teacher in Sidoarjo (Y).

Then the t test results are also performed by using SPSS to determine the significant influence of each independent variable on the dependent variable. And if t > t table then the results are significant. Whereas if t < t table then the result is not significant. Based on testing t test showed that factors intrinsic to the job (X1) no significant effect on the performance of the International high school teacher in Sidoarjo. Factors role in organization (X2) is also not significant effect on the performance of the International senior high school teacher in Sidoarjo. And relationship factors at work (X3) no significant effect on the performance of the International senior high school teacher in Sidoarjo.

In this study job stressor factors consisted of factors intrinsic to the job, factors role in organization and relationship factors at work. These results indicate that ktiga these factors, either simultaneously or partially not significant effect on the performance of the international senior high school teacher in Sidoarjo. Based on the results of multiple determination coefficient (R ²) or R Square, the contribution of factors intrinsic to the job, factors role in organization and relationship factors at work on the performance of the international high school teacher in Sidoarjo is 8.3% and the remaining 91.7% is another factor not included in this study.

Factors intrinsic to the job is a job stressor factors related to everything contained in a work profession. In this study, factors intrinsic to the job showed a positive effect, although not significant to the performance of the international high school teacher in Sidoarjo. Based indigo mean or average of respondents' answers in the questionnaire about factors intrinsic to the jobs that are generally included in the high category, the result that the teachers do not feel burdened with tasks that exist, even though the teachers only have a little time to relax at work, feel time is running very fast, and there is more than one kind of tasks that must be completed at the same time. Whereas the mean value of the performance of teachers is high. This suggests that teachers can about his workload well and have good time management.

Factors role in the organization job stressor factors relating to the role held by a person in performing their duties. In this study the role of factors in organization also showed a positive effect, although not significant to the performance of the international high school teacher in Sidoarjo. Based mean or average of respondents' answers in the questionnaire about factors role in organization are generally included in the low category, the result that teachers get clear information about the purpose of the role that the exercise, very familiar with the tasks that need doing, do not do chores which is not a part, not do the task which he did not need, do not be tired when monitoring student behavior and not be depressed if teach students who are less intelligent. Whereas the mean value of the performance of teachers is high. This suggests that teachers get clear information about what to do and who is responsible for a task. Additionally these results show that teachers have the skills and extensive knowledge in performing its role.

Relationship factor at work is a factor related to job stressors a person's social relationships in the workplace. In this study the relationship factor at work showed a negative influence, although not significant to the performance of the international high school teacher in Sidoarjo. Based on the mean average of respondents' answers in the questionnaire about the relationship factor at work is generally included in the low category, the result that the teachers do not find obstacles in establishing communication with colleagues, do not be offended if there are colleagues who rebuked his mistakes, stay calm when delegating responsibilities to colleagues and still receive the overflow of authority from boss although can add existing responsibilities. Whereas the mean value of the performance of teachers is high. This suggests that teachers respect and appreciate one another, have the ability to understand ourselves and understand with another people and there is mutual trust and familiarity is established.

There are several reasons for these results, where the factors intrinsic to the job, factors role in organization, and relationship factors at work not significant effect on the performance of international high school teachers in the region of Sidoarjo. The first reason is the existence of activities to pray together every morning before starting the lesson. With these activities, of course, it brings a sense of calm and comfortable place to start learning activities coupled with Duha prayer in congregation, both teachers and pupils. Besides, every month once held regular lectures for teachers, so that a conducive and harmonious atmosphere more easily realized.

The next reason is the existence of a joint sports activities devoted to the teachers every Friday. This joint exercise led by coaches from outside the school. As it is known, that the sports activities is one way to handle and control stress, of course, not uncommon there will be other activities such as chatting and joking, so this activity in addition to refreshing the body can also be a refreshment of mind and mood of the teachers.

Other routine activities are implemented meeting every other week, followed by teachers and led by the principal as well as activities Subject Teachers Council (MGMP) which is held every one or two weeks. This event is a forum for teachers to conduct the evaluation, exchanging ideas and opinions, as well as the delivery of the latest information related to the teaching and learning activities. Through these activities the teachers each receive feedback so knowing the responsibilities and tasks that must be done in the future.

In addition to these activities, the teachers also included training, seminars, and workshops, both in school and outside of school, so that the knowledge, motivation, skills and experience to be increased. Besides, brought native speaker to train the teachers' ability to speak English. In addition, teachers are also trained to master information technology, thus simplifying their tasks in the learning process.

Conclusion and Recommendation
Based on  the analysis and discussion in the previous section, it can be concluded as follows: It showed no significant association between job stress factors to teacher's performance. Findings showed that the job stressor factors consisting intrinsic to the job, role in organization and relationships at work does not significantly influence the performance of teachers. This means that the teachers were satisfied with their work. With the performance of teachers in teaching and learning activities both from planning, organizing, until the assessment will improve the academic quality.
Based on the research results and conclusions in this study, there are some recommendations : (1) For future research are expected to seek other sources of stress that can affect the performance of teachers, (2) Efforts should be made to increase the satisfaction of the job and minimize work stress among other organizational efforts that are related to the occupied areas of work such as work placement according to individual ability, specifies the purpose and anticipated barriers, improving organizational communication effective to create the same perception of the purpose of work, avoiding the uncertainty of roles, creating a healthy working environment is a constructive effort to minimize the occurrence of occupational stress and increase job satisfaction. Other efforts is the provision of physical facilities, mental clinic, and the guidance of increased responsibility, all of these are positive steps are organizationally to avoid the stress of working in the school environment.

References
Akhlaq, Muhammad, et al. 2010. An Evaluation of The Effects of Stress on The Job Performance of Secondary School Teachers. Journal of Law and Psycology.

Bhuain N. Shahid, and Menguc, Bulent. 2002.  An extention and Evalution of Job Characteristics, Organizational Commitment and Job Satisfaction in an Expatriate, Guest Worker, Sales Setting. Journal Personal Selling and Management. Vol. XXII. No. 1.  
Handoko, T. Hani. 2010. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE.

Johnson, Sheena, et al. 2005. Observation Piece : The Experience of Work Related Stress Accros Occupations. Journal of Managerial Psycology. Vol 20 No. 20.

Khan et. Al. 2012. Impact of Job Satisfaction on Employee Performance : An Empirical Study at Autonomus Medical Institution. African Journal of Business Management. Vol.6. pp. 2697-2705.

Kreitner, Robert and A. Kinichi. 2000. Organizational Behaviour. Sixth Edition McGraw Hill.

Luthans, Fred. 2005. Organizational Behavior. Tenth Edition. Irwin/Mc Grawhill.

Mathis, Robert L and John H. Jackson. 2001.  Human Resource Management. 9th Edition, Salemba Empat.

Robbins, S.P. 2003. Organizational behavior. Tenth Edition. Pearson Education International.

Salami, et al. 2010. Impact of Job Stress on Managers Performance. European Journal of Scientific Research. Vol. 45 No. 2, pp 249-260.